Saturday, May 21, 2011

WAHAI SHABAB AHLUSSUNNAH


NASIHAT MASYAIKH KUWAYT KEPADA SHABAB AHLUSSUNAH

1.Mintalah pertolongan kepada ALLAH dengan merendah diri dan du`a yang ma`thur dari Nabi supaya ALLAH mengembalikan jalan yang lurus dan meletakkan kita atas sifat yang tegas di atas manhaj ini, bukannya terumbang ambing dan dengan cara pengertian dan pemahaman yang betul dengan melihat dan meneliti dengan sungguh-sungguh

2.Berhubung dengan ulama yang tekenal dengan manhaj yang selamat dan shohih.Ulama bercakap di atas haq dan adil, mereka tahu siapa yang yang terpesong dan sesat dari manhaj.

3.tinggalkan ulama yang dikenali sebagi ulama haraki yang sentiasa membangkitkan semangat revolusi, yang membangkitkan ummah melakukan tajdid yang menyelisihi manhaj salaf.Salaf berlepas diri dari mereka dan dakwah mereka. Mereka suka membangkitkan fitnah, mendekati ahlul bid`ah serta membanggakan diri.

4.Tekunilah mencari ilmu khasnya mempelajari tawhid dan manhaj yang shahih serta memahaminya.Bacalah kitab kitab ibn Taimiyyah dan anak muridnya ibn Qayyim dan juga Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dengan bimbingan syeikh-syeikh salafy. Berjaga jagalah dan baca buku-buku salaf seperti as Sunnah oleh ibn Abi Ashim, Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, al Ibanah oleh ibnu Baththoh, Syarh Usul Aqeedah Ahlussunnah oleh al Lalika`i dan banyak lagi.

5.Tinggalkan segala yang berbau hizbi.Tinggalkan pengikut mereka, kitab-kitab dan kaset mereka serta nasheed dan pentas mereka.

6.Janganlah membuatkan hati kamu seperti sponge yang kan menyerap dan menerima segala syubahat.

7.Berasa cukup dengan hidup melazimi salafiyin, berbakti kepada ibubapa dan menolong keluarga. Cukuplah bersahabat dengan salafiyin. Jika ingin berdakwah, gunakan kaset kaset dan kitab kitab ulama salaf.JANGAN BERDAKWAH JIKA BELUM MENGENAL AQEEDAH DAN MANHAJ SALAF..Kematangan anda dalam aqeedah dan manhaj dapat diketahui melalui syahadahdari ulama dan kibaar salafy. Binalah perpustakaan salafy di rumahmu dari kitab-kitab tafsir dan hadith yang bermanhaj salafy. Jauhi buku-buku ahli pemikir seperti syed Quthb, Muhammad Quthb dan lain lain..Ambillah dari ulama terdahulu yang lurus aqeedah dan manhajnya..

Diterjemahkan oleh Syaikhuna Dr Sulaiman bin Noordin dalam satu kelasnya

MUNGKINKAH SUNNI DAH SYI`AH BERSATU???


Al Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl bin Sa’d, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,


بعثت والساعة هكذا وأشار بأصبعيه السبابة والوسطى


Aku diutus bersamaan dengan datangnya hari kiamat seperti ini, sambil beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya”.


Kita hidup pada penghujung zaman, kurang lebih seribu empat ratus tahun semenjak junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan sabdanya di atas. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengkhabarkan akan munculnya huru-hara di akhir zaman pada banyak hadithnya. Di antaranya seperti yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu dan Abu Ya’la dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,


إنها ستأتي على الناس سنون خداعة يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة قيل وما الرويبضة قال السفيه يتكلم في أمر العامة.


Sesungguhnya akan datang kepada manusia masa-masa penuh dengan kepalsuan, pada masa itu pendusta dibenarkan dan orang benar didustakan, pengkhianat diamanahi dan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Dan pada masa itu para Ruwaibidhah berbicara”. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Apa itu Ruwaibidhah?” Jawab beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Orang bodoh berbicara tentang urusan besar”.


Sudah merupakan sunnatullah yang berlaku pada sekalian manusia, bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala menimpakan cubaan kepada mereka dengan adanya kebenaran dan kebatilan, pembela-pembela kebenaran di satu kubu dan pengekor kesesatan pada kubu yang lain, agar tampak dengannya siapa dari mereka orang-orang yang sabar dan istiqomah di atas jalannya,


كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (Qs. Al Anbiya’: 35)



Dan pada ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


وَما أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا


Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cubaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar Dan Rabbmu Maha Melihat”. (Qs. Al Furqan: 20)



ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ


.Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain”. (Qs. Al Furqan: 4)

Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengambil perjanjian dari para ulama rabbani, pembela kebenaran, agar mereka menampakkan kebenaran itu dan tidak menyembunyikannya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


وَإِذْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاء ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْاْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ


Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (iaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. (Qs. Ali Imran: 187)

Dan di antara kesesatan yang perlu dijelaskan di sini adalah kebatilan-kebatilan ajaran Syi’ah Imamiyah.

Dasar ajaran Syi’ah adalah kesyirikan


Keraa telah maklum diketahui oleh semua bahwa Islam dibangun di atas tauhid, penghambaan syumuliyah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata-mata, dan menolak segala bentuk kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman,


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ


Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (Qs. Al Bayyinah: 5)


Adapun yang menjadi dasar ajaran Syi’ah Imamiyah adalah kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, penghambaan kepada kuburan-kuburan dalam bentuk tawassul atau meminta-minta kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menerangkan di dalam Al Qur’an bahwa perbuatan meminta sesuatu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan perantara orang-orang shalih, para wali atau kuburan adalah kesyirikan kepada-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,




وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ


Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah:”Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Qs. Yunus: 18)

Sikap ghuluw mereka kepada Ali Radhiyallahu ‘Anhu.


Dan di antara kebatilan ajaran Syi’ah Imamiyah adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) mereka terhadap Ali Radhiyallahu ‘Anhu, seperti yang terdapat pada tulisan-tulisan mereka berupa penisbatan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada Ali Radhiyallahu ‘Anhu.
Berkata penulis kitab Uyunul Mu’jizat pada halaman 14,


إن الشمس قالت لعلي: السلام عليك يا أول يا آخر يا ظاهر يا باطن يا من بكل شيء عليم


Sesungguhnya matahari berkata kepada Ali: Assalamualaikum kepadamu wahai yang pertama, wahai yang terakhir, wahai yang maha tinggi, wahai yang maha dekat, wahai yang maha mengetahui segala sesuatu”.

Dan pada halaman 32 disebutkan ucapan seseorang yang sudah mati kemudian dihidupkan oleh Ali, orang itu mengatakan:


لبيك يا محيي العظام وهي رميم


Labbaika wahai yang menghidupkan tulang belulang sesudah kehancurannya!!”

Dan pada halaman 43 disebutkan bahwa Ali berkata kepada orang dihadapannya,


أما تعلم أني أعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور


Tidak tahukah kamu bahwa aku mengetahui pandangan khianat dan semua yang disembunyikan di dalam hati?”


Dan yang lain sebagainya dari kebohongan-kebohongan ajaran Syi’ah Imamiyah.


Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatakan ajaran Yahudi dan Nashrani sebagai ajaran yang kufur pada banyak ayat-Nya kerana perbuatan mereka menuduh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki anak,


وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ


Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata:”Al-Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dila’nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling”. (Qs. At-Taubah: 30)

Dan pada ayat-Nya yang lain Dia berfirman,


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:”Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”. (Qs. Al Maidah: 72)

Dan pendiri ajaran Syi’ah Imamiyah, Ibnu Sauda’ Abdullah bin Saba’ yang asalnya adalah seorang Yahudi mengatakan tentang Ali Radhiyallahu ‘Anhu,


أنت أنت


Kamu adalah kamu”. Maksudnya Ali adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


تعالى الله عما يقولون علوا كبيرا


Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan dan Maha Tinggi Dia”.

Maka silahkan hadirin sekalian menilai siapa yang paling kufur, Yahudi Nashrani atau mereka?

Perbuatan mereka mencaci maki shahabat


Di antara kebatilan mereka yang paling menonjol adalah perbuatan mereka mencaki maki shahabat Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka menuduh sebahagian besar shahabat telah fasiq dan sebahagian yang lain mereka kafir. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, seperti yang terdapat di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘Anhu,


الله الله في أصحابي، لا تتخذوهم غرضا بعدي فمن أحبهم فبحبي أحبهم، ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم، ومن آذاهم فقد آذاني، ومن آذاني فقد آذى الله، ومن آذى الله يوشك أن يأخذه


Jagalah oleh kalian perintah Allah pada shahabatku, jangan kalian jadikan mereka sebagai sasaran sepeninggalanku. Barangsiapa mencintai mereka maka dengan kecintaanku aku cinta kepada mereka, dan barangsiapa membenci mereka maka dengan kebencianku aku benci kepada mereka. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya”.

Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman di dalam kitab-Nya,


وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (Qs. At-Taubah: 100)


Dan keimanan shahabat adalah standar benar tidaknya keimanan orang-orang sesudah mereka,


فَإِنْ آمَنُواْ بِمِثْلِ مَآ آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Al Baqarah: 137)

Al Imam Abu Zur’ah Ar-Razi Rahimahullah berkata,


إذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فاعلم أنه زنديق، وذالك أن الرسول حق، والقرآن حق، وإنما أدى إلينا القرآن والسنن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما يريد أن يجرحوا شهودنا ليبطلوا الكتاب والسنة، والجرح بهم أولى وهم زنادقة


Apabila kalian dapati seseorang menjelek-jelekkan salah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketahuilah bahwa orang itu adalah zindiq. Yang demikian karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hak dan Al Qur’an adalah hak. Dan Al Qur’an dan sunnah-sunnah datang kepada kita melalui para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Yang mereka inginkan hanyalah mencela saksi-saksi kita untuk membatalkan Al Kitab dan As-Sunnah dan mencela mereka lebih pantas dilakukan, mereka adalah para zindiq”.


Adapun caci maki mereka terhadap shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan perkara yang sudah maklum bagi semua.


1. Al Kalbi –salah seorang ulama Syi’ah Imamiyah- menulis sebuah kitab yang diberi judul: Matsalibus Shahabah yang ertinya: Kejelekan-kejelekan Shahabat.


2. Al Kulaini –ulama mereka- menyebutkan di dalam Furu’ Al Kafi (Hal 115) dari Jafar Alaihissalaam, “Para shahabat adalah orang-orang yang telah murtad (kafir –pentj) sepeninggal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kecuali tiga orang saja. “Siapa saja mereka?’ kataku. Ia menjawab, “Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisi”.

Termasuk celaan mereka kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, caci maki mereka kepada Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma dan penyebutan mereka berdua dengan Al Jibti wat Thagut, dan laknat mereka terhadap keduanya beserta anak mereka.
Dikenal pada salah satu ritual mereka pembacaan Do’a yang mereka berinama dengan: Doa dua berhala Quraisy, seperti yang terdapat pada kitab mereka Miftahul Jinan (hal: 114) yang bacaannya,


اللهم صل على محمد وعلى آل محمد والعن صنمي قريش وجبتيهما وطاغوتيهما وابنتيهما


Ya Allah sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad dan laknatlah dua berhala Quraisy dan kedua Jibt dan Thaghut mereka dan kedua anak mereka”.
Yang mereka maksud dengan dua berhala Quraisy dan kedua Jibt dan Thaghut mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan dua anak mereka adalah Aisyah dan Hafshah –semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhai mereka semua, amin-


Dan Syakhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, setelah menyebutkan kemiripan-kemiripan ajaran Syi’ah dengan agama Yahudi dan Nashrani yang di antaranya:


1. Agama Yahudi mengatakan, tidak sah kerajaan kecuali pada keturunan Daud Alaihissalaam. Dan agama Syi’ah mengatakan, tidak sah khalifah kecuali pada keturunan Ali Radhiyallahu ‘Anhu.


2. Orang-orang Yahudi merubah Taurat dan Syi’ah merubah Al Qur’an.


3. Orang Yahudi memusuhi Jibril Alaihissalaam dan mengatakan dia adalah musuh kami dari kalangan Malaikat. Begitu pula kaum Syi’ah mengatakan Jibril Alaihissalaam keliru menyampaikan wahyu kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Beliau menambahkan bahwa ajaran Syi’ah berbeda dari ajaran Yahudi dan Nashrani dalam satu hal. Yaitu apabila orang Yahudi ditanya, “Siapa sebaik-baik penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Musa Alaihissalaam”. Dan apabila orang Nashrani ditanya, “Siapa sebaik-baik penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Isa Alaihissalaam”. Dan apabila orang Syi’ah ditanya, “Siapa sejelek-jelek penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam”. Minhajus Sunnah An-Nabawiyah (1/24)

Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengajarkan Ahlussunnah, agar lisan-lisan mereka bersih dari caci maki kepada shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan hati-hati mereka jernih dari membenci salah seorang dari mereka. Merekalah yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam ayat-Nya,


وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ


Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (Qs. Al Hasyr: 10)



Setelah kita menyemak huraian di atas, kita mengetahui bahwa tidak mungkin menyatukan antara Ahlussunnah dan Syi’ah apabila yang dimahukan adalah ajarannya, kerana yang demikian apakah berarti mereka menerima ajaran Ahlussunnah, ajaran Islam yang sesungguhnya dan itu yang seharusnya tapi mereka tidak akan menerimanya , atau Ahlussunnah bertoleransi dengan kesesatan dan kebatilan-kebatilan mereka dan ini bererti menggugurkan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar.


Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada banyak ayat-Nya di dalam Al Qur’an telah menyatakan mustahilnya usaha-usaha itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


فَذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ


Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)” (Qs. Yunus: 32)


Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman


أَفَمَن يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ


Adakah orang yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. (Qs. Ar-Ra’d: 19)


Dan yang wajib bagi Ahlussunnah untuk bersabar dalam mendakwahkan kebenaran kepada manusia, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ


Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (Qs. Al Hijr: 94)


Dan Dia juga mengatakan,


بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ


Bahkan Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensipati (Allah dengan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya)”. (Qs. Al Anbiya’: 18)


وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا


Dan katakanlah:”Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. (Qs. Al Israa’: 81)




Semoga dengan uraian singkat ini kita semakin mengerti dengan kemuliaan ajaran Islam dan berusaha untuk menjaganya serta menolak setiap ajakan yang menyeru kepada sikap bertoleransi segala macam bentuk kebatilan dan kesesatan yang disusupkan oleh musuh-musuh Islam dan para pembelanya.

http://ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=3


Saturday, May 7, 2011

MEMBONGKAR KESESATAN SYI’AH


Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fizik, memang sulit dibezakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Namun jika ditelusuri -terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.

Apa Itu Syi’ah?


Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu’ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji)


Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm)


Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (Al-Milal Wan Nihal, hal. 147, karya Asy-Syihristani)


Dan tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini adalah firqoh Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menyebarkan berbagai kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan adanya negara Iran.


Rafidhah , diambil dari yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna , meninggalkan (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakr dan ‘Umar , berlepas diri dari keduanya, dan mencela lagi menghina para shahabat Nabi . (Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah Al-Jumaili)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar’.” (Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Asy-Syaikh Abul Hasan Al-Asy’ari berkata: “Zaid bin ‘Ali adalah seorang yang melebihkan ‘Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebahagian mereka mencela Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka:

Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikeranakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Kerana tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah.
Rafidhah ini terpecah menjadi beberapa cabang, namun yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah Al-Itsna ‘Asyariyyah.

Siapakah Pencetusnya?


Pencetus pertama bagi faham Syi’ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ Al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan.2
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran,). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).” (Majmu’ Fatawa, 4/435)

Sesatkah Syi’ah Rafidhah ?


Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.

a. Tentang Al Qur’an


Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.”
(Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir).
Bahkan salah seorang “ahli hadith” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan.

b. Tentang shahabat Rasulullah


Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadith mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah , mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bahagian dari prinsip agama mereka. Oleh kerana itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya:

Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), syaithan dan thaghut keduanya, serta kedua puteri mereka…(yang dimaksud dengan kedua puteri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah)
(Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18)
Adapun ‘Aisyah dan para isteri Rasulullah lainnya, mereka yakini sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh kerana itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berkeinginan untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka mencela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad ) adalah seorang yang jahat, kerana kalau memang ia orang shalih, nescaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)

c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)


Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama3. Diriwayatkan dari Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (2/18) dari Zurarah dari Abu Ja’far, ia berkata: “Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat, zakat, haji, shaum dan wilayah (imamah)…” Zurarah berkata: “Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata: “Yang paling utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174)
Imamah ini (menurut mereka -red) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib dan keturunannya sesuai dengan nash wasiat Rasulullah . Adapun selain mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin dari Abu Bakr, ‘Umar dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka bumi, serta memperluas dunia Islam, maka sesungguhnya mereka hingga hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 16-17)
Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga dari segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia Al-Imam Al-Mahdi, sang penguasa zaman -baginya dan bagi nenek moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam- yang dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkara-perkara yang ada.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 5, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/192)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus Sunnah, benar-benar secara rinci membantah satu persatu kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini.

d. Tentang Taqiyyah


Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeza dengan keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan Asy-Syi’ah Al-Itsna ‘Asyariyyah, hal. 80)
Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bahagian dari agama. Bahkan sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam Al-Kaafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar Al-A’jami: “Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak bertaqiyyah.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196). Oleh kerana itu Al-Imam Malik ketika ditanya tentang mereka beliau berkata: “Jangan kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, kerana sungguh mereka itu selalu berdusta.” Demikian pula Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, 2/27-28, karya Al-Imam Adz-Dzahabi)

e. Tentang Raj’ah


Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, Al-Qummi ketika menafsirkan surat An-Nahl ayat 85, berkata: “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah, kemudian menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini: ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) serta para imam ‘alaihimus salam akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’ ‘Alar Riwayatit Tarikhiyyah, hal. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali)

f. Tentang Al-Bada’


Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah . Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi4.
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah , dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)



Perkataan Ulama tentang Syi’ah Rafidhah


Asy-Syaikh Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili di dalam kitabnya Al-Intishar Lish Shahbi Wal Aal (hal. 100-153) menukilkan sekian banyak perkataan para ulama tentang mereka. Namun dikeranakan sangat sempitnya ruang rubrik ini, maka hanya dinukilkan sebahagiannya saja.


1. Al-Imam ‘Amir Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin Al-Imam Ahmad)


2. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)


3. Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i, telah disebut di atas.


4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.” (As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)


5. Al-Imam Al-Bukhari berkata: “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125)


6. Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari shahabat Rasulullah , maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu kerana Rasul bagi kita haq, dan Al Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah . Sungguh mereka mencela para saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah.” (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)


Demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah Rafidhah, mudah-mudahan boleh menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran…Amin.

Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc

http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=142