Thursday, September 24, 2009

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Kelapan

Dan di antara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karamah para wali iaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebahagian mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedang golongan yang mengingkari adanya karamah-karamah tersebut di antaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebahagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karamah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karamah baik berupa jampi-jampi, perbuatan ahli sihir, syetan-syaitan dan para pendusta. Perbezaan karamah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karamah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah perbuatan yang biasa diperlihatkan tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengambil harta-harta mereka. Karamah bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma'shiyat.

Prinsip Kesembilan


Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir mahu pun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.

" Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidiin yang mendapat petunjuk". (Telah terdahulu takhrijnya).

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh kerana itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As- Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As- Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As- Sunnah. Allah telah berfirman.

"Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". (An- Nisaa : 59)


Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai
pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu
menurut ahlul 'ilmi. Perbezaan-perbezaan di antara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orangorang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh
mereka tetap berlemah-lembut perbezaan yang layak(wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebahagian mereka tetap shalat di belakang sebahagian yang lain betapapun adanya perbezaan masalah far'i (cabang) di antara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Ketujuh

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.

" Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629).

Sedang yang termasuk keluarga baginda adalah isteri-isterinya sebagai ibu kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.

"Wahai wanita-wanita nabi ........".(Al-Ahzab : 32)

Kemudian mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman.

" Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci sucinya". ( Al-Ahzab : 33)


Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara saudara dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang dimaksud di sini khususnya adalah yang sholeh di antara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti bapa saudaranya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman.

"Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". (Al- Lahab : 1).

Maka sekadar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Wahai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas bapa saudara Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah ibu saudara Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semahu kamu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawaw
y).

Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa
penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman.

"Katakanlah (wahai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemudharatan dan manfaat bagi kalian". (Al-Jin : 21).

"Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan". (Al-A'raf : 188)

Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebahagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Kelima

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah walJama'ah adalah haramnya keluar untuk
memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum nampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah dan Khawarij yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah dan Khawarij seperti ini merupakan kemungkaran yang besar kerana akan berlaku kekacauan dan berbagai kerosakan pada negara dan ummah.


Prinsip Keenam


Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al- Hasyr : 10).

Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang di antara kamu menginfakkan emas sebesar gunung uhud, nescaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang di antara mereka tidak juga setengahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy).


Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh mahu pun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat. Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah di antara mereka, maka dia lebih sesat daripada keldai kerana bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Keempat

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah wajibnya ta'at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema'shiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma'shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Wahai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin di antara kalian ..." (An-Nisaa : 59)


Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba".(Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits 'Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya).


Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat kepada seorang amir yang
muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya.

"Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat kepadaku". (Dikeluarkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi).


Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasihati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Ketiga

Dan di antara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat kerana malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." (An-Nisaa : 48).

Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak bererti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berertinya suatu perbuatan ta'at dengan adanya kekafiran.

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip Kedua

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekadar ma'rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman.

"Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerosakan itu". (An-Naml : 14)


" ....... kerana sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang orang yang zalim itu menentang ayat-ayat Allah". (Al-An'aam : 33)

" Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam" (Al-Ankabut : 38)


Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan kerana yang demikian adalah keimanan golongan Murji'ah ; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.

" Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah bergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (iaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikurniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya …" (Al-Anfaal : 2-4).


" Dan Allah tidak akan menyia nyiakan iman kalian" (Al-Baqarah : 143).

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut.

Prinsip Pertama


Beriman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.

1. Iman kepada Allah

Beriman kepada Allah ertinya berikrar dengan tauhid yang tiga serta beriti'qad dan beramal dengannya iaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa shifaat.

Adapun tauhid rububiyyah adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.

Tauhid uluuhiyyah ertinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut, rojaa' (harap), cinta, dzabh (penyembelihan), nadzr (janji), isti'aanah (minta pertolongan), al-istighotsah (minta bantuan), alisti'adzah (meminta perlindungan), shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.

Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya baik itu berkenaan dengan nama-nama mahupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil (perumpamaan), tanpa tasybiih (penyerupaan), tahrif (penyelewengan), ta'thil (penafian), dan tanpa takwil ; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

" Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Asy-Syuro : 11)

Dan firman Allah pula.

"Dan Allah mempunyai nama nama yang baik, maka berdo'alah kamu dengannya". (Al-A'raf : 180).

2. Beriman kepada Para Malaikat-Nya

Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah menciptakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah perintahNya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah.

" ....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dimuliakan, mereka tidak mendahuluiNya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya". (Al-Anbiyaa : 26-27).

"Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki". (Faathir : 1)

3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya

Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung di antara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab iaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang agung. Allah berfirman.

" Katakanlah (wahai Muhammad) : 'sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an nescaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling berkerjasama". (Al-isra : 88)


Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam (firman) Allah ; dan dia bukanlah makhluq baik huruf mahupun ertinya. Berbeza dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk baik huruf mahu pun maknanya. Berbeza pula dengan pendapat Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahawa kalam (firman) Allah hanyalah ertinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil berdasarkan firman Allah.

" Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar KALAM ALLAH (Al- Qur'an)". (At-Taubah : 6)

"Mereka itu ingin merubah KALAM Allah". (Al-Fath : 15)

4. Iman Kepada Para Rasul

Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka mahupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian bererti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeza dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya (Allah) sebagaimana yang difirmankan Allah.

"Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...".( At-Taubah : 30)

Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang mengimani sebahagian- mengingkari sebahagian (dari para rasul Allah), maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman.

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbezakan antara (keimanannya kepada) Allah dan Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir kepada sebahagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan di antara yang demikian (iman dan kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka seksa yang menghinakan". (An-Nisaa : 150-151).

Dan Allah juga berfirman.

"Kami tidak mebeza-bezakan satu di antara Rasul-rasul-Nya ....".(Al-Baqarah : 285)

5. Iman Kepada Hari Akhirat

Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah
diberitakan Allah dan RasulNya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jambatan (sirat), serta syurga dan neraka. Di samping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya. Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah.

"Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata : 'Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ......".(Al-Baqarah : 111).


"Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja". (Al-Baqarah : 80).

6. Iman kepada taqdir.

Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan. Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemahuan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemahuan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah. Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya.

"Dan kamu tidak akan berkemahuan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". (At-Takwir : 29)


Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai bantahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cubaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.

NAMA-NAMA AL-FIRQOTUN NAAJIYAH DAN ERTINYA

NAMA-NAMA AL-FIRQOTUN NAAJIYAH DAN ERTINYA

Setelah kita mengetahui bahawa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama berserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnyalah kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membezakannya dari kelompok-kelompok lain.

Dan di antara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) ; Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong) ; dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, yang ertinya adalah sebagai berikut.

1. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka sebagaimana
telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sabdanya :

"Seluruhnya di atas neraka kecuali satu ; yakni yang tidak masuk ke dalam neraka".(Telah terdahulu keterangannya)

2. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar sebagaimana di sabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini".(Telah terdahulu keterangannya)

3. Bahwasanya pengikut kelompok ini adalah mereka yang menganut fahaman Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka berbeza dari kelompok lainnya pada dua perkara l penting ; pertama. berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga mereka di sebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeza dengan kelompok kelompok lain kerana mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya dan perkataan para pemimpinnya. Oleh kerana itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbatkan kepada bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al- Qadariyah dan Al-Murji'ah ; atau dinisbatkan kepada para imam-nya seperti Al-Jahmiyah ; atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij. Adapun perbezaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama'ah kerana kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeza dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al-Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.

4. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat. Kerana gigihnya mereka dalam menolong dinullah maka Allah menolong mereka, seperti difirmankan Allah :

"Jika kamu menolong Allah nescaya Allah akan menolong mereka". (Muhammad : 7) .


Oleh kerana itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

"Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memadlorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta'ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian". (Telah terdahulu keterangannya).

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kukuh baik dalam itiqad, amal mahupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul- Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

Pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum muslimin adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

" Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepadaKU". (Al- Anbiyaa : 92).

Kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka tidak mampu melakukannya. Telah berkata kaum munafiq.

"Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)".

Yang kemudian dibantah oleh Allah :

"Padahal milik Allah-ah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami". (Al- Munafiqun : 7).

Demikian pula, kaum Yahudi pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.

" Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran". (Ali Imran : 72).

Walaupun demikian, perancangan yang seperti itu tidak pernah berhasil kerana Allah membongkar dan menghinakan (usaha) mereka. Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya untuk memecah belah persatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengingatkan kaum Anshar tentang permusuhan di antara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya'ir diantara mereka. Allah membongkar perancangan tersebut dalam firman-Nya.

"Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".(Ali Imran :100).

Sampai pada firman Allah.

" Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram ....." (Ali-Imran : 106).

Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : menasihati dan mengingatkan mereka nikmat Islam dan bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) . Dengan demikian gagallah pula perancangan Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya.

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ......".(Ali-Imran : 105").

Dan firman-Nya pula.

" Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ....".(Ali- Imran : 103).

Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan baginda telah mengkhabarkan berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya ; sabdanya.

"Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah- Ku dan sunnah Khulafaa'rasyiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku". (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43).

Dan sabdanya pula.

"Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; baginda menjawab : iaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini". (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As- Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah I nombor 145-147).

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya.

"Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86- 87 Syarah An-Nawawy).



Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali". Yang demikian tersebut bisa terjadi kerana masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya. Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah.

Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah kerana Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya. Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh baginda.

" Mereka iaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini" (Telah berlalu penjelasannya di atas -peny).

Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman.

"Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orangorang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah orangorangyang berdosa". (Huud : 116).

AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH


Pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum muslimin adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.


" Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepadaKU". (Al- Anbiyaa : 92).


Kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka tidak mampu melakukannya. Telah berkata kaum munafiq.


"Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)".


Yang kemudian dibantah oleh Allah :


"Padahal milik Allah-ah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami". (Al- Munafiqun : 7).


Demikian pula, kaum Yahudi pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.


" Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran". (Ali Imran : 72).


Walaupun demikian, perancangan yang seperti itu tidak pernah berhasil kerana Allah membongkar dan menghinakan (usaha) mereka. Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya untuk memecah belah persatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengingatkan kaum Anshar tentang permusuhan di antara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya'ir diantara mereka. Allah membongkar perancangan tersebut dalam firman-Nya.


"Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".(Ali Imran :100).


Sampai pada firman Allah.


" Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram ....." (Ali-Imran : 106).


Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : menasihati dan mengingatkan mereka nikmat Islam dan bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) . Dengan demikian gagallah pula perancangan Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya.


Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ......".(Ali-Imran : 105").


Dan firman-Nya pula.


" Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ....".(Ali- Imran : 103).


Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan baginda telah mengkhabarkan berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya ; sabdanya.


"Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah- Ku dan sunnah Khulafaa'rasyiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku". (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43).


Dan sabdanya pula.


"Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; baginda menjawab : iaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini". (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As- Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah I nombor 145-147).


Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya.


"Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86- 87 Syarah An-Nawawy).



Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali". Yang demikian tersebut bisa terjadi kerana masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya. Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah.


Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah kerana Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya. Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh baginda.


" Mereka iaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini" (Telah berlalu penjelasannya di atas -peny).


Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman.


"Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orangorang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah orangorangyang berdosa". (Huud : 116).