Wednesday, June 17, 2009

ASHABUL HADITH


Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Tapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para rawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang paling mengerti tentang sanad adalah Ahlul Hadits. Maka dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَبَلَّغَهُ


“Allah membuat cerah (muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian menyampaikan nya.” (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud)


Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: “Hadits ini adalah SHAHIH, diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dalam Musnad 5/183, Imam Abu Dawud dalam As-Sunan 3/322, Imam Tirmidzi dalam As-Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan 1/84, Imam Ad-Darimi dalam As-Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunan 1/45, Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1/38-39, lihat As-Shahihah oleh Al-’Allamah Al-Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth’im, dan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhum.”


Hadits ini dinukil oleh beliau (Syaikh Rabi’) dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu Ahlil Hadits (Kedudukan Ahlul Hadits), iaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu Ashabil Hadits yang ertinya “Kemuliaan Ashabul Hadits.” Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits. Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka dalam membela Dien ini, serta menjaganya dari berbagai macam bid’ah. Di antara pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan: “Sungguh Allah telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syari’at. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid’ah. Merekalah kepercayaan Allah di antara makhluk-makhluk-Nya, sebagai perantara antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas….”
Setelah mengutip hadits di atas, Al-Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan bin Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahwa dia mengatakan: “Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam: (kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memuliakan Ashabul Hadits, beliau meriwayatkan hadits berikut:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ

“Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang (dianggap) asing.” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits ini SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/398, Imam Tirmidzi dalam Sunannya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnahnya 2/1319, dan Imam Ad-Darimi dalam Sunannya 2/402.”
Setelah meriwayatkan hadits ini, Al-Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu: “Mereka adalah Ashabul Hadits yang pertama.”
Kemudian meriwayatkan hadits:

“Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian firqah, semuanya dalam neraka kecuali satu.”

Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalam Mustadrak 1/128. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh kita, Al-’Allamah Al-Albani (203).”

Beliau (Al-Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahwa dia berkata: “Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka.” (Hal 13, Syarafu Ashhabil Hadits oleh Al-Khatib).
Kemudian Syaikh Al-Khatib menyebutkan hadits tentang thaifah yang selalu tegak dengan kebenaran:

“Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka sampai datangnya hari kiamat.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Syaikh Rabi’ berkata: “Hadits ini SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam Mustadrak 4/449-450, Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 7643, dan At-Thayalisi dalam Musnad hal. 94 No. 689. Lihat As-Shahihah oleh Al-’Allamah Al-Albani 270-1955.”

Kemudian berkata (Al-Khatib Al-Baghdadi): Yazid bin Harun berkata: “Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka.” Setelah itu, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata: “Mereka, menurutku, adalah Ashabul Hadits.” Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, ahli Ilmu, dan Atsar.” (Hal. 14-15)

Demikianlah, para ulama mengatakan bahwa Firqah Najiyah (golongan yang selamat) yaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), yaitu orang-orang yang asing (Ghuraba’) di tengah-tengah kaum muslimin yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid’ah dan penyelewengan dari manhaj As-Sunnah adalah Ashabul Hadits.

Siapakah Ashabul Hadits?

Hadits yang pertama yang kita sebut menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, iaitu mendengarkan hadits dan menyampaikannya. Dengan demikian, mereka boleh kita katakan sebagai para ulama yang mempelajari hadits, memahami sanad, meneliti mana yang shahih mana yang dhaif, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela-pembela As-Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa oleh Ahlul Hadits ini. Seorang Ahli Fiqih tanpa ilmu hadits adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli Tafsir tanpa ilmu hadits adalah Ahli Takwil.

Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata: “… Adapun Ashabul Hadits, sesungguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya (Hadits, red.), baik itu di darat dan di laut, di Timur maupun di Barat. Salah seorang dari mereka (bahkan) mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari satu berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya (secara dialog langsung). Mereka terus menyaring dan membahas berita-berita (riwayat-riwayat) tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh, dan mengetahui siapa-siapa dari kalangan fuqaha yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra’yunya), lalu memperingatkan mereka.
Dengan demikian, Al-Haq yang tadinya redup menjadi bercahaya, yang tadinya bercerai-berai menjadi terkumpul. Demikian pula, orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat padanya, dan yang dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (Ta’wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah)

Imam Abu Hatim Muhammad Ibnu Hibban bin Muadz bin Ma’bad bin Said At-Tamimi (wafat 354 H) berkata: “…Kemudian Allah memilih sekelompok manusia dari kalangan pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya. Allah indahkan hati-hati mereka dengan keimanan, dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al-Bayan (keterangan), iaitu mereka yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya dengan menelusuri jalan-jalan yang panjang, meninggalkan keluarga dan negerinya, untuk mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid’ah). Mereka memperdalam sunnah dengan menjauhi ra’yu …” Pada akhirnya, beliau mengatakan: “Hingga Allah memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutan-panutan) yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam di kala terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para nabi dan orang-orang pilihan…” (Al-Ihsan 1/20-23)

Imam Abu Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata: “Allah telah memuliakan hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran. Didahulukannya ia (hadits) di atas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga Dien ini atas umatnya…” (Al-Muhadditsul Fashil 1-4)

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi (wafat 405) berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang Ahlul Hadits (yang artinya): Umar bin Hafs bin Gayyats berkata: Aku mendengar ayahku ketika dikatakan kepadanya: “Tidaklah engkau melihat Ashabul Hadits dan apa yang ada pada mereka?” Dia berkata: “Mereka sebaik-baik penduduk bumi.” Dan riwayat dari Abu Bakar bin Ayyasy: “Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah sebaik-baik manusia.” Kemudian beliau (Abu Abdullah Al-Hakim) berkata: “Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits adalah sebaik-baik manusia. Bagaimana tidak demikian? Mereka telah mengorbankan dunia seluruhnya di belakang mereka. Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan mereka, penelitian sebagai hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat mereka…” Dan akhirnya beliau mengatakan: “Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan kelezatan kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keridhaan dalam segala keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah majelis-majelis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh mereka adalah seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid’ah.” (Ma’rifatu Ulumul Hadits 1-4)

Berkata Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali tentang Ashabul Hadits: “Mereka adalah orang-orang yang menjalani manhaj para shahabat dan tabi’in, yang mengikuti mereka dengan ihsan dalam berpegang dengan Kitab dan Sunnah, dan menggigit keduanya dengan geraham mereka, mendahulukan keduanya di atas semua ucapan dan petunjuk, apakah itu dalam masalah akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, politik, ataukah sosial.

Oleh sebab itu, mereka adalah orang-orang yang mantap dalam dasar-dasar dan cabang-cabang Dien ini, sesuai dengan apa yang Allah turunkan dan wahyukan kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam dan para hamba-Nya. Mereka tegak dalam dakwah, mengajak kepada yang demikian dengan sungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang kuat. Merekalah pembawa-pembawa ilmu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan membersihkannya dari penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dari kedustaan-kedustaan orang-orang bathil dan dari takwil-takwilnya orang-orang bodoh. Oleh karena itu, mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidhah, Murji’ah, Qadariyyah, dan setiap firqah yang menyempal dari manhaj Allah di setiap zaman dan di setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang-orang yang mencela…”

Beliau pun akhirnya menyebut mereka sebagai golongan yang selamat (Firqah Najiyah) yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Thaifah Manshurah) kemudian berkata: “Mereka, setelah shahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan pimpinan mereka Al-Khulafa’ur Rasyidin, adalah para tabi’in. Di antara tokoh-tokoh mereka adalah:

Pembelaan Mereka terhadap Aqidah

Sebagaimana telah disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka membelanya dan membersihkannya dari penyelewengan, kedustaan, dan takwil-takwil Ahli Bid’ah.

Maka, ketika muncul Ahli Bid’ah yang pertama yaitu Khawarij, Ali radhiallahu anhu dan para shahabat bangkit membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam riwayat-riwayat yang menyuruh untuk membunuh mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. (Lihat Mawaqifus Shahabah fil Fitnah Bab 3 juz 2 hal 191 oleh Dr Muhammad Ahmazun)

Ketika Syiah muncul, Ali radhiallahu anhu mencambuk orang-orang yang mengatakan dirinya lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar dengan delapan puluh kali cambukan. Dan orang-orang ekstrim dari kalangan mereka yang mengangkat Ali sampai ke tingkat Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar dengan api. (lihat Fatawa Syaikhul Islam)

Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berita tentang suatu kaum yang menafikan (menolak) takdir dan mengatakan bahwa menurut mereka perkara ini terjadi begitu saja (kebetulan), beliau mengatakan kepada pembawa berita tersebut: “Jika engkau bertemu mereka, khabarkanlah pada mereka bahwa aku berlepas diri (bara`) dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau salah seorang mereka memiliki emas segunung Uhud, kemudian diinfaqkan di jalan Allah, Allah tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman dengan taqdir baik dan buruknya.” (HR. Muslim 1/36)

Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al-Qur`an itu makhluk, maka beliau berkata: “Dia menurut pendapat adalah kafir, bunuhlah dia!” Juga Ibnul Mubarak, Al-Laits bin Sa’d, Ibnu Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin Gayats maupun Waqi bin Jarrah sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga diriwayatkan dari Imam Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua mengatakan): orang-orang itu diminta untuk taubat. Kalau tidak mau, dipenggal kepala mereka. (Syarah Ushul I’tikad 494, Khalqu Af’alil Ibad hal 25, Asy’ariyah oleh Al-Ajuri hal 79, dan Syarhus Sunnah/Al-Baghawi 1/187)
Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi, shahabat Imam Syafi’i, berkata: “Ketika Haf Al-Fardi mengajak bicara Imam Syafi’i dan dia mengatakan Al-Qur`an itu makhluk, maka Imam berkata kepadanya: ‘engkau telah kafir kepada Allah yang maha Agung.” Imam Malik pernah ditanya tentang bagaimana istiwa` Allah di atas ‘Arsy-Nya, maka dia mengatakan: “Istiwa` sudah diketahui (maknanya), sedangkan bagaimananya tidak diketahui. Dan pertanyaan tentang itu adalah bid’ah dan aku tidak melihatmu kecuali Ahli Bid’ah!” Kemudian (orang yang bertanya itu) diperintahkan untuk keluar dan beliau menegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan beliau juga pernah mengeluarkan seseorang dari majelisnya karena dia seorang Murji’ah. (Syarah Ushul I’tiqad 664)

Said bin Amir berkata: “Al-Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan Nasrani. Yahudi dan Nasrani dan seluruh penganut agama (samawi) telah sepakat bahwa Allah Tabaraka wa Ta’ala di atas Arsy-Nya, tapi mereka (Al-Jahmiyyah) mengatakan tidak ada sesuatu pun di atas Arsy.” (Khalqu Af’alil Ibad hal 15)

Ibnul Mubarak berkata: “Kami tidak mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia (Allah) itu di bumi. Tetapi (kami katakan) Allah di atas Arsy-Nya beristiwa.” Ketika ditanyakan kepadanya: “Bagaimana kita mengenali Rabb kita?” Beliau berkata: “Di atas Arsy… Sesungguhnya kami bisa mengkisahkan ucapan Yahudi dan Nasrani, tapi kami tidak mampu untuk mengkisahkan ucapan Jahmiyyah.” (Khalqu Af’alil Ibad/Bukhari hal 15, As-Sunnah/Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1/111 dan Radd Alal Jahmiyyah/Ad-Darimi hal. 21 dan 184)

Imam Bukhari berkata: “Aku telah melihat ucapan Yahudi, Nasrani dan Majusi. Tetapi aku tidak melihat yang lebih sesat dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyah) dan sesungguhnya aku menganggap bodoh siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali yang tidak mengetahui kekufuran mereka.” (Khalqu Af’alil Ibad hal 19)

Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad yang baik dari Al-Auza’i bahwa dia berkata: “Kami dan seluruh tabi’in mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan kami beriman dengan sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah.” Abul Qasim menyebutkan sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan As-Syaibani bahwa dia berkata: “Seluruh fuqaha (ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada Al-Qur`an dan Al-Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqah (terpercaya) dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa Ta’ala tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa menafsirkan sesuatu daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin Sufyan), maka dia telah keluar dari apa yang ada di atasnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, dan dia telah memisahkan diri dari Al-Jama’ah karena telah mensifati Allah dengan sifat yang tidak ada.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah 740)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi’i dari Yunus bin Abdul A’la: Aku mendengar Imam Syafi’i berkata: “Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang tidak seorangpun bisa menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap (jelas) baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya) sebelum tegaknya hujjah, maka dia dimaklumi karena bodoh. Karena ilmu tentangnya tidak bisa dicapai dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran.
Oleh sebab itu, kami menetapkan sifat-sifat ini dan menafikan tasybih sebagaimana Allah menafikan dari dirinya sendiri.” (Lihat Fathul Bari 13/406-407)
Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits tentang Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya (muttafaqun alaih), katanya: “Tidak hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip dengan ini dari riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah tabaraka wa Ta’ala setiap malam ke langit dunia. Mereka semuanya mengatakan: Telah tetap riwayat-riwayat tentangnya, diimani dengannya, tidak menduga-duga dan tidak mengatakan “bagaimana”. Demikian pula ucapan seluruh ahli ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”
Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan membela aqidah ini yang bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah. Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah menukil dari Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi bahwa Ashabul Hadits dan pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan-kepercayaan Allah atas Dien-Nya dan penjaga-penjaga sunnah nabi-Nya, selama mereka berilmu dan beramal. Ditegaskan oleh Imam Ats-Tsauri rahimahullah: “Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga dunia.” Ibnu Zurai’ rahimahullah juga menambahkan: “Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan berkuda dalam Dien ini adalah Ashabul Asanid (Ahlul Hadits).” Mereka memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan inti dalam Dien ini. Mereka membela dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan dan kedustaan orang-orang munafiqin dan Ahlul Bid’ah. Hampir semua Ashabul Hadits menulis kitab-kitab tentang aqidah Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan pemahaman-pemahaman bid’ah dan sesat, baik itu fuqaha (ahli fiqih) mereka, mufasir (ahli tafsir) mereka maupun seluruh ulama-ulama dari kalangan mereka (Ahlul Hadits). Semoga Allah memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi pahala atas usaha mereka yang sampai hari dirasakan manfaatnya oleh kaum muslimin dengan ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan hadits-hadits yang mereka periksa.

Akhirnya, marilah kita semak perkataan Imam Syafi’i rahimahullah ini: “Jika aku melihat seseorang dari Ashabul Hadits, maka aku seakan-akan melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam hidup kembali.” (HR. Al-Khatib dengan sanad SHAHIH, Syaraf Ashabul Hadits hal 26)

Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih dulu beriman daripada kami. Dan janganlah Kau jadikan di hati kami kebencian atau kedengkian kepada mereka. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan Maha Penyayang.
Amien ya rabbal ‘alamin.

SIAPAKAH ULAMA AHLUL HADITH ?


Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)


Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)


Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)


Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yang patut untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu kerana sifat-sifat orang alim majoritinya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang mentahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh kerana itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal.


Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membezakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman:


إِنَّماَ يَخْشَى اللهَ مِنْ عِباَدِهِ الْعُلَمآءُ


“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)


Ciri-ciri Ulama


Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita sekarang.


Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebahagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.


a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.


b. Sebahagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realiti hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk ilmu.


c. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah ulat buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.


d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita tidak memerlukan kepada kitab-kitab, kita memerlukan kepada da’i dan dakwah.


e. Sebahagian muslimin tidak dapat membezakan antara orang alim dengan tukang cerita dan pemberi nasihat, serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para tukang cerita itu adalah ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.


Di antara ciri-ciri ulama adalah:


1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan:


“Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.”


Al-Hasan mengatakan:


“Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)


2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan:


“Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”


3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:


“Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai darjat mereka atau mendekatinya.”


4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَيَرَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ


“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)


5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimahukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَتِلْكَ اْلأَمْثاَلُ نَضْرِبُهاَ لِلنَّاسِ وَماَ يَعْقِلُهاَ إِلاَّ الْعاَلِمُوْنَ


“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)


6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَإِذَا جآءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوْا بِهِ وَلَوْ رَدُّوْهُ إِلَى الرَّسُوْلِ وَإِلَى أُولِي اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنًهُ مِنْهُمْ وَلَوْ لاَ فَضْلَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطاَنَ إِلاَّ قَلِيْلاً


“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)


7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


قُلْ آمَنُوا بِهِ أَوْ لاَ تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِيْنَ أَوْتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذِا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّوْنَ لِلأًذْقاَنِ سُجَّدًا. وَيَقُوْلُوْنَ سُبْحاَنَ رَبِّناَ إِنْ كاَنَ وَعْدُ رَبِّناَ لَمَفْعُوْلاً. وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقاَنِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعاً


“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109)


[Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]


Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimahukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membuktikan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.


SYAIKH ABDALLAH IBN MUHAMMAD IBN HUMAYD


Beliau dilahirkan di Riyardh bulan Ramadhan pada tahun 1329 H/1908 M.
Ketika masih muda beliau telah hafal Al-Qur’an disamping itu beliau belajar pada beberapa Syaikh di kota Riyard dan kota lainya, dia murid yang paling pintar diantara murid murid lainnya


Guru gurunya antara lain:


· Shaykh Hamad Ibn Faaris (rahima-hullaah), dia belajar mendalami ilmu nahwu sorof dan hadist.
· Shaykh Sa’d Ibn Hamad Ibn ‘Ateeq (rahima-hullaah), dengan syaikh ini beliau belajar Aqidah
· Shaykh Saalih Ibn ‘Abdul-’Azeez Aal ash-Shaykh (rahima-hullaah), beliau belajar tafsir Shaykh Muhammad Ibn ‘Abdul-Lateef Aal ash-Shaykh (rahima-hullaah),
· Shaykh Muhammad Ibn Ibraaheem Aal ash-Shaykh (rahima-hullaah), dia paling lama belajarnya tentang hadist, aqidah dan tafsir.
· Shaykh Muhammad Ibn Ibraaheem Aal ash-Shaykh appointed him a teacher for beginners and his assistant, so whenever he was absent he would cover for him.


Pada tahun 1357H./1922M Raja ‘Abdul-’Azeez (rahima-hullaah) mengangkatnya menjadi hakim didaerah Sudayr.


Pada tahun 1363 H./1928M dia menjadi hakim besar di daerah Buraydah dan didaerah sekitarnya


Pada tahun1377H./1942M. memberikan pelajaran (fatwa) kepada masyarakat.


Pada tahun 1395H./1974M. Raja Khaalid (rahima-hullaah) mengangkatnya menjadi penasehat kerajaan dan sebagai ar-Raabitah al-’Aalam al-Islaamee.


Dia meninggal pada hari kamis 20 Dhul-Qa’dah 1402H./1981M.dan jenazahnya di shalatkan di Masjidil Haram oleh banyak umat muslim.


SYAIKH ABDULLAH IBN ABDURRAHMAN AL JIBRIN



Nama dan Nasabnya


Nama dan silsilah keturunannya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ibrahim bin Fahd bin Hamd bin Jibrin. Silsilahnya bersambung sampai ke kabilah Bani Zaid.

Kelahirannya


Beliau lahir tahun 1349 H. di desa Muhairaqa, Qowaiea. Terletak sekitar 180 km dari ibu kota Riyad.


Pendidikan


Setelah usianya genap satu tahun, mereka pindah ke Rayan. Di kota kecil itu orang tuanya memasukkannya sekolah tahun 1358 H. Mulailah ia belajar membaca dan menulis sampai tahun 1364 H. Setelah itu ia mulai menghafal al-Quran. Sebahagian al-Quran berhasil ia hafal khususnya bagian sepertiga terakhir dan sisanya ia belajar dengan ayahnya Syaikh Abdurrahman sambil menghafal hadits nabawi yang empat puluh termasuk mempelajarinya sebagai ilmu­-ilmu dasar.


Pada tahun 1467 H, ia mengajukan permohonan belajar kepada Syaikh Abdul Aziz Sythry -rahimahulloh- agar dapat mengikuti kelas beliau ‘(menjadi muridnya), akan tapi Syaikh tidak mahu menerima murid, jika murid tersebut belum hafal al-Quran 30 juz. Akhirnya Syaikh Jibrin berusaha menghafal al-Quran hingga ia menghafalnya dengan betul, dan hafalannya selesai tepat pada penghujung tahun.


Setelah itu barulah ia belajar dengan Syaikh Sythry dengan jadwal setelah sholat Subuh, dilanjutkan lagi di waktu duha (pagi), kemudian satu jam setelah sholat Ashar dan setelah sholat Maghrib hingga masuk waktu sholat Isya. Buku-buku yang dipelajarinya pun bermacam- macam; mulai dari buku-buku ringkas seperti: Zaadul Mustaqniq, `Umdatul Kalam, al-Arba’in an-Nabawiyah, Kitabut Tauhid, Tsalatsatu Ushul, Syuruth as-Shalah, Adabul Masyi ila as-Shalah, AI Ilqidah al-Wasithiyah dan al-Hamawiyah. Untuk pelajaran Nahwu dan Shorof, ia mempelajari buku Matan AI Ujrumiyah.


Dalam hal pelajaran Faraid, ia mempelajari buku ar­Rahabiyah. Begitu juga ia belajar pakai buku-buku syarah besar, seperti buku: Subulus Salam, Syarh a!-Arba’in an-Nabawiyah karangan Ibnu Rajab, buku Tarikh karangan Ibnu Katsir berikut dengan kitab Tafsirnya, Tarsir Ibnu Jarir at-Thabari, Syarh Masa’il al-Jahiliyah karangan Mahmud al-Alusi al-Iraqi, buku tafsir an­Naisaburi yang berjudul Gharaib al-Quran, dan masih banyak lagi buku-buku syarah dan karangan-karangan ulama baik itu yang masih berupa manuskrip mahupun yang sudah dicetak. Selama masa belajar, ia tidak henti-hentinya mengulang hafalan al-Quran. Setelah ayahnya wafat, ia sholat Jum’at dan berjamaah di Masjid Raya.


Belajar ke luar daerah


Ia menamatkan pelajaran di Ma’had Imam Dakwah, Riyadh tahun 1381 H. Setelah itu ia diterima menjadi tenaga pengajar di sekolah yang sama. Ia bekerja sebagai tenaga pengajar hingga berikutnya ia diminta berpindah ke Jamiyyah Imam Muhammad bin Sa’ud Islamiyah menjadi dosen di Fakulti Syariah dan Ushuluddin tahun 1395 H, yaitu sebelum dua kuliah tersebut dipisah menjadi dua. Ia masuk sebagai staf akademik fakultas tersebut dan selama ia aktif di sana telah banyak membimbing disertasi Master.


Pada tahun 1402 H, beliau ditetapkan sebagai anggota Lajnah Da`imah, dekat dengan gurunya Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahulloh-. Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaganya.


Syaikh Jibrin meraih gelar Master dari Perguruan Tinggi Kehakiman tahun 1390 H. dengan judul disertasi “Akhbar al-Aahad fi al-Hadits an-Nabawi” . Gelaran doktomya diraih dari perguruan tinggi yang sama pada tahun 1407 H. mentahqiq (investigasi) terhadap buku “Syarah az-Zarkasy ‘ala Mukhtashar al-Khuraqi” . Dalam disertasi itu ia bertugas mentaqhiq dan mentakhrij (foot­note) hadits sebanyak 7 jilid buku dan buku-buku itu sekarang dicetak dan beredar di kedai-kedai buku.


Kegiatan harian


Jadwal kegiatan harian Syaikh dimulai dari setelah shalat Subuh memberikan ceramah di salah satu masjid sampai matahari terbit, kemudian pulang ke rumah untuk istirehat. Setelah istirehat, berangkat ke pejabat Lajnah Da`imah. Di pejabat, ia menjawab pelbagai pertanyaan tentang masalah keagamaan.


Meskipun penanya-penanya itu ramai setiap hari, ia tidak pemah jemu. Ia siap membantu siapapun yang memerlukan bantuan, dan meringankan beban siapapun yang memerlukan. Ia bersedia mengangkat dering telefon penanya. Telefonnya tidak pernah berhenti berdering.
Demikianlah kesibukannya sehari-hari. Kerap kali ia orang yang paling terakhir pulang dari pejabat, bahkan ia sendiri yang mematikan lampu-lampu. Setelah shalat Ashar rumahnya terbuka untuk umum, juga ia menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat tentang masalah agama. Kalau perlu, ia memberikan orientasi, atau memberikan rekomendasi bagi siapa saja yang memerlukan, sampai masuk waktu Maghrib. Kemudian, ia berangkat ke salah satu masjid di kota Riyadh untuk mengisi jadwal pengajian mingguan, mengingat jumlah jadwal pengajiannya dalam seminggu sampai sebelas kali. Setelah sha!at Isya berangkat lagi ke masjid lain, kadang mengisi pengajian, atau seminar dan lain-lain.


Demikianlah jadwal harian Syaikh yang sarat dengan muatan dakwah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala sepanjang pekan. Semoga martabatnya ditinggikan Allah Subhanahu wa Ta’ala di sisi-Nya.


Keistimewaan Syaikh


Syaikh dikenal sebagai orang yang tawadhu (rendah hati). la sedikit bicara dan tidak akan bicara, kalau tidak kerana menjawab pertanyaan. Kalau ulama lain berseberangan pendapat dengannya mengenai suatu hukum atau fatwa syariah, dengan tawadhu ia mengatakan, “mereka adalah ulama dan kita mesti menghormatinya.” Dalam hal menanggapi pendapat ulama lain, ia tidak mau mendebat dengan cara yang kasar dan radikal. Apabila Syaikh Jibrin diundang mengisi pengajian atau ceramah agama di daerah manapun, ia tidak pernah menolak, selama dirinya tidak terikat dengan jadwal atau janji pada pihak lain. Syaikh Jibrin senantiasa berbaik sangka dan tidak pernah merasa iri terhadap siapapun dari kaum ahli sunnah wal jamaah, -sepengetahuan saya dan hanya Allahlah yang lebih tahu- ia selalu tawadhu dalam segala hal. Orang-orang yang mengenalnya pasti menyukainya karena kelapangan hatinya. Tidak mahu menolak pelajar atau mahasiswa, atau orang-orang yang minta bantuan. la penuhi permintaan mereka sendirian. Segenap waktunya adalah pengabdian kepada Allah dan agama. Hidupnya dipenuhi dengan kalimat-kalimat Allah atau dengan sabda-sabda Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam.


Martabat dan ketinggian yang ada padanya, dikeranakan ketawadhuannya, mengingat hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Imam Turmudzi dan Imam Ahmad, “Barangsiapa yang bersikap tawadhu’, Allah pasti akan mengangkat martabatnya. ” Apalagi bagi seorang yang diberi ilmu pengetahuan, wara’ dan tawadhu’. Semoga Allah mengampuni kita semua, kita dapat meraih surga dan terhindar dari siksa neraka. ,Washallahu wa sallam `ala Muhammad wa alihi wa shahbihi.


Buku-buku karangan:


Syarh az-Zarkasyi ‘Ala Mukhtashar al-Khurafi; Dirasah wa Tahqiq.
Akhbar al-Ahad fi Hadits an-Nabawi.3. At-Ta’liqaat Ala Matn Lam’ah al-1′tiqad.
At-Ta’liqaat Ala Matn Lam’ah al-1′tiqad.
Fadhlllmi wa Wujub at-Ta’allum.
AhammiyahAl `flmi wa MakanatuAl `Ulama’.
Majmu’ Fatawa wa Rasa’il as-Syaikh Abdullah al-Jibrin.
AI-Mufid fii TaqribAhkam al-Musafir (173 hukum).
AI-Mufid fii TaqribAhkam al-Adzaan (123 hukum).
Al `llam bi Kufri Man Ibtagha Ghairu al-Islam.
As-Siraj al-Wahhaj Lil Mu’tamir wal Hajj.
As-Shiyam: Adab waAhkam.
Khawathir Ramadhaniyah.
Fatawa Adz-Dzakah.
AI-Islam baina al-GF.alw wa al-Jafa’ wa al-Ifrath wa Tafrith.
Fitan Hadza az-Zaman.
AI-Wala’ wa al-Barra’.
Haqiqatullltizam.
AI-Adab wa al-Akhlaq asy-Syar’iah.
Fatawa waAhkam fi Nabiyullah Isa ‘Alaihis Salam.
Syarh AI ‘Aqidah al-Wasatiyah.
Syarh Kitab at-Tauhid.
Fawaid min Syarh Kitab Manar as-Sabil.
Fawaid min Syarh Kitab at-Tauhid.
AI-Amanah.
AI-Hajj: Manafi’uhu waAtsaruhu.
As-Salaf Ash-Shalih baina al-Ilmu wa al-Iman.
AI-Bida’ wa al-Muhadditsat fi AI-Aqaid waAl-A’mal.
Muharramat Mutamakkinah fi Al Ummah.
AI-Jawab al-Faiq fi ar-Radd Ala Mubdil al-Haqaiq.
Asy-Syahadatan Ma’nahuma wa Ma Tastalzimuhu Kullu minhuma.
Syarh Kitab Minhaju as-Salikin.
AI-Irsyad Syarh Lam’atu AI `Itiqad.
Adapun tulisan-tulisan yang pernah diperiksa dan diberinya kata pengantar cukup banyak dan tidak terkira jumlahnya. Wallahu A’lam Bishshawwab


Tuesday, June 16, 2009

SYAIKH ABDUL MUHSIN IBN HAMMAD AL ABBAD AL BADR


Beliau adalah al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih az-Zahid al-Wara’ asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al-’Abbad al-Badr -semoga Allah memelihara beliau dan memperpanjang usia beliau dalam ketaatan kepada-Nya dan memberkahi amal dan lisan beliau-, dan kami tidak mensucikan seorangpun di hadapan Allah Azza wa Jalla.


Beliau lahir di ‘Zulfa’ (300 km dari utara Riyadh) pada 3 Ramadhan tahun 1353H. Beliau adalah salah seorang pengajar di Masjid Nabawi yang mengajarkan kitab-kitab hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan saat ini beliau masih memberikan pelajaran Sunan Turmudzi. Beliau adalah seorang ‘Alim Robbaniy dan pernah menjabat sebagai wakil mudir (rektor) Universitas Islam Madinah yang waktu itu rektornya adalah al-Imam Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-.


Beliau sangat dekat dengan al-Imam al-Allamah Abdul Aziz bin Bazz -rahimahullahu-, bahkan kerana kedekatan beliau dengan al-Imam, ketika Imam Bin Bazz tidak ada (tidak hadir) maka Syaikh Abdul Muhsinlah yang menggantikan beliau, sehingga tak hairan jika ada yang mengatakan bahwa Universitas Islam Madinah dulu adalah Universitasnya Bin Bazz dan Abdul Muhsin.


Semenjak kecil beliau telah terbiasa dengan ilmu, sehingga ketika beliau telah menginjak dewasa, tampak pada beliau perangai dan skill sebagai seorang muhadits yang ulung, yang sering dirujuk oleh masyaikh dan thullabul ilmi lainnya. Kedekatan beliau dengan masyaikh kibar telah mengukir keilmuan beliau hingga saat ini, dimana usia beliau saat ini kurang lebih 73 tahun dan beliau masih sanggup untuk memberikan muhadharah dan nasihat dan menyampaikan pelajaran hadits (terutama Sunan Abi Dawud) baik riwayah maupun dirayah. Beliau juga masih menjadi pengajar di Jamiyyah Islam Madinah dengan izin khusus kerajaan yang mana hal ini menunjukkan kesungguhan beliau dalam berdakwah dan menuntun ummat ke jalan yang lurus dan benar.


Diantara guru-guru beliau adalah :


al-Allamah asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim -rahimahullahu-al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman al-Ghaits -rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz -rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithy -rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Abdurrahman al-Afriqy -rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Abdur Razaq Afifi -rahimahullahu-al-Allamah asy-Syaikh Umar Falatah -rahimahullahu-dan masih banyak lagi. Yang disebutkan di atas adalah guru-guru beliau yang paling mempengaruhi diri beliau.


Beliau memiliki puetra yang juga ‘alim yang bernama Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al-Abbad, yang produktif dan cemerlang. Beliau memiliki banyak murid, diantaranya adalah :


Syaikh al-Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly

Syaikh al-Allamah Ubaid al-Jabiry

Syaikh al-Allamah Abdul Malik Ramadhani al-Jazairy

Syaikh al-Allamah Sulaiman ar-Ruhaily

Syaikh al-Allamah Ibrahim ar-Ruhaily


Dan masih banyak lagi.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH SHOLEH IBN FAWZAN IBN ABDALLAH


Beliau adalah yang mulia Syaikh Dr. Shalih ibn Fauzan ibn Abdullah dari keluarga Fauzan dari suku Ash Shamasiyyah.Beliau lahir pada tahun 1354 H/1933 M. Ayah beliau meninggal dunia ketika beliau masih muda, jadi beliau dididik oleh keluarganya. Beliau belajar al Quran, dasar-dasar membaca dan menulis dengan imam masjid di kotanya, iaitu yang mulia Syaikh Hamud ibn Sulaiman at Tala’al, yang kemudian menjadi hakim di Kota Dariyyah (bukan dar’iyyah di Riyadh) di sebuah wilayah Qhosim.


Syaikh Fauzan kemudian belajar di sekolah ketika baru dibuka di Ash Shamasiyyah pada tahun 1369 H/1948 M. Beliau menyelesaikan pembelajarannya di sekolah Faisaliyyah di Buraidah pada tahun 1371 H/1950 M. Kemudian, beliau ditugaskan sebagai guru sekolah rendah. Selanjutnya, beliau masuk di institut pendidikan di Buraidah ketika baru dibuka pada tahun 1373 H/1952 M, dan lulus dari sana tahun 1377 H/1956 M. Beliau kemudian masuk di Fakulti Syari’ah (Universiti Imam Muhammad) di Riyadh dan lulus pada tahun 1381 H/1960 M. Setelah itu, beliau memperoleh gelar master di bidang fiqih, dan meraih gelar doctor dari fakulti yg sama, juga spesialis dalam bidang fiqih.


Setelah kelulusannya dari Fakultas Syari’ah, beliau ditugaskan sebagai pengajar di institut pendidikan di Riyadh, kemudian beralih menjadi pengajar di Fakulti Syari’ah. Selanjutnya, beliau ditugasi mengajar di FakultiUshuluddin. Kemudian beliau ditugasi untuk mengajar di mahkamah agung kehakiman, di mana beliau ditetapkan sebagai ketua. Beliau lalu kembali mengajar di sana setelah periode kepemimpinannya berakhir. Beliau kemudian menjadi anggota Lajnah Da`imah (Kibaril Ulama), sampai sekarang.


Yang mulia Syaikh adalah anggota ulama kibar, dan anggota komite bidang fiqih di Mekkah (cabang Rabithah), dan anggota komite untuk pengawas tamu haji, sembari juga mengetuai keanggotaan pada Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam. Beliau juga imam, khatib, dan dosen di Masjid Pangeran Mut’ib ibn Abdul Aziz di al Malzar.


Beliau juga ikut serta dalam surat-menyurat untuk pertanyaan di program radio “Noorun ‘alad-Darb”, sambil beliau juga ikut serta dalam mendukung anggota penerbitan penelitian Islam di dewan untuk penelitian, studi, tesis, dan fatwa Islam yang kemudian disusun dan diterbitkan. Yang mulia syaikh Fauzan juga ikut serta dalam mengawasi peserta tesis dalam meraih gelar master dan gelar doctor.


Beliau mempunyai murid-murid yang sering menimba ilmu pada pertemuan dan pelajaran tetapnya.


Beliau sendiri termasuk bilangan para ulama terkemuka dan ahli hukum, yang majoriti para tokohnya antara lain:


Yang mulia Syaikh ‘Abdul-’Azeez ibn Baaz (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh ‘Abdullaah ibn Humayd (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh Muhammad al-Amin ash-Shanqiti (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi (rahima-hullaah);Yang mulia Syaikh Saalih Ibn ‘Abdur-Rahmaan as-Sukayti;Yang mulia Syaikh Saalih Ibn Ibraaheem al-Bulaihi;Yang mulia Syaikh Muhammad Ibn Subayyal;Yang mulia Syaikh ‘Abdullaah Ibn Saalih al-Khulayfi;Yang mulia Syaikh Ibraaheem Ibn ‘Ubayd al-’Abd al-Muhsin;Yang mulia Syaikh Saalih al-’Ali an-Naasir;


Beliau juga pernah belajar pada sejumlah ulama-ulama dari Universitas al Azhar Mesir yang mumpuni dalam bidang hadist, tafsir, dan bahasa Arab.


Beliau mempunyai peran dalam menyeru atau berdakwah kepada Allah dan mengajar, memberikan fatwa, khutbah, dan membantah kebatilan.


Buku-buku beliau yang diterbitkan banyak sekali, namun yang disebutkan berikut hanya sedikit antara lain Syarah al Aqidatul Waasitiyya, al Irshadul Ilas Sahihil I’tiqad, al Mulakhkhas al Fiqih, makanan-makanan dan fatwa-fatwa berkenaan dengan sembelihan dan buruan, yang mana ini merupakan bagian gelar doktornya. Juga kitab at Tahqiqat al Mardiyyah yang merupakan bahagian gelar master beliau. Lebih lanjut judul-judul yang masuk putusan-putusan berhubungan dengan kepercayaan wanita, dan sebuah bantahan terhadap buku Yusuf Qaradhawi berjudul al Halal wal Haram.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH HAMUD IBN ABDALLAH AT TUWAIJIRY


Nama dan Nasabnya


Beliau adalah Syaikh al-Allamah al-Muhaddits al-Faqih Hamud bin Abdullah bin Hamud bin Abdur Rahman at-Tuwaijiri, dari Alu Jabbarah, pecahan dari kabilah Anazah Arabiyah yang masyhur.


Kelahirannya


Beliau dilahirkan pada tahun 1334 H di kota Majma’ah, ibukota negeri Sudair, Saudi Arabia, dalam lingkungan keluarga yang dikenal dengan keilmuan dan keutamaan mereka.


Pertumbuhan ilmiah dan Guru-Gurunya


Pada tahun 1342 H, beliau mulai belajar membaca,menulis dan al-Qur’an kepada Syaikh Ahmad ash-Sha’igh. Sebelum usia 11 tahun, beliau telah hafal al-Qur’an.
Pada usia yang sangat dini beliau telah mempelajari ringkasan-ringkasan kitab-kitab ilmiah dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, fara’idh, dan nahwu.
Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikh Ahmad ash-Sha’igh adalah Ushuluts Tsalatsah oleh Syaikh al- Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab.


Ketika mulai beranjak dewasa, beliau menghadiri halaqah Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-Anqari, Qadhi negeri Sudan. Beliau belajar kepada Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-Anqari berbagai macam disiplin ilmu seperti tauhid, tafsir, hadits, fiqh, fara’idh, nahwu, sirah, tarikh, adab, dan yang lainnya selama 25 tahun.


Di antara kitab-kitab yang beliau pelajari di bawah bimbingan Syaikh al-Faqih Abdullah bin Abdul Aziz al-Anqari adalah: Fathul Bari oleh Ibnu Hajar, al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, Minhajus Sunnah, Dar-u Ta’arudhil Aql wa Naql, dan Fatawa Kubra ketiganya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Zadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, dan kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan para imam dakwah.


Beliau diberi ijazah sanad oleh Syaikh al-Anqari Kitab-kitab Shihah, Masanid, dan Sunan, berikut kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan kitab-kitab fiqh Hanbali secara umum. Demikian juga seluruh riwayat Syaikh al- Anqai-i dari kitab-kitab atsbat.


Beliau juga belajar fiqh, fara’idh dan lughah kepada Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid di saat Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid menjabat Qadhi negeri Sudair.
Beliau berguru kepada Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdul Muhsin al-Khayyal, Qadhi Madinah, dalam bidang nahwu dan fara’idh.


Beliau juga belajar kepada Syaikh Sulaiman bin Hamdan, salah seorang Qadhi Makkah, dan mendapat ijazah sanad dari Syaikh Sulaiman.


Tugas-Tugas yang Beliau


Pada tahun 1368 11 beliau ditugaskan sebagai Qadhi negeri Rahimah. Setengah tahun kemudian beliau dipindah ke negeri Zulfi hingga tahun 1372 H. Kemudian beliau mengundurkan diri dari jabatan Qadhi.


Kehidupan llmiahnya


Beliau memiliki hasrat yang sangat kuat dalam ilmu sehingga mencurahkan semua waktunya kepada ilmu. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang bermanfaat bagi muslimin. Beliau tekankan penulisan beliau pada masalah-masalah terlarang yang banyak dilakukan oleh manusia, atau pada syubhat-syubhat di masyarakat dan perkara-perkara baru yang diada-adakan. Beliau jelaskan dengan dalil-dalil kuat sehingga boleh diterima dan memberi manfaat yang besar kepada setiap pembaca tulisan beliau.


Sejak terbit matahari hingga Isya’, beliau penuhi waktu beliau dengan pembahasan ilmu dan menulis. Kadang setelah Isya’ beliau lanjutkan apa yang beliau mulai pada awal harinya. Adapun malam harinya beliau isi dengan tahajjud baik waktu menetap mahupun dalam perjalanan.


Kegigihan Beliau Dalam Membela Sunnah


Beliau begitu gigih dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan orang yang menyeleweng dari jalan Alloh. Beliau bantah penyelewengan tersebut dengan pena sebagai pembelaan terhadap Sunnah Rasulullah dan aqidah shahihah, aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, kadang-kadang beliau sebarkan bantahan-bantahan tersebut ke media cetak dalam dan luar negeri Saudi.


Sebagian di antara bantahan-bantahan beliau kepada pemikiran yang menyeleweng beliau paparkan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh. Hal itu menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim begitu menghargai perjuangan beliau membantah pemikiran-pemikiran yang menyeleweng. Sebagian murid, Syaikh Muhammad bin Ibrahim menyebutkan bahwa suatu saat Syaikh Hamud membacakan kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebuah bantahan Syaikh Hamud kepada ahli bid’ah. Ketika Syaikh Hamud selesai membacakannya dan beranjak pergi maka Syaikh Muhammad bin Ibrahim berkata,


“Syaikh Hamud adalah seorang mujahid, semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan.”


Kalimat yang agung dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim ini senada dengan apa yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,


“Orang yang membantah ahli bid’ah adalah seorang mujahid.”


Sampai-sampai Yahya bin Yahya mengatakan,


“Membela Sunnah lebih afdhal dibandingkan berjihad.”


Murid-Muridnya


Di antara murid-murid beliau adalah ketujuh puteranya: Syaikh Abdullah, Syaikh Muhammad, Syaikh Abdul Aziz, Syaikh Abdul Karim, Syaikh Shalih, Syaikh Ibrahim, dan Syaikh Khalid, kemudian Syaikh Abdullah ar-Rumi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Hamud, dan selain mereka.


Beliau memberi ijazah sanad kepada beberapa ulama, di antara-nya: Syaikh Isma’il al-Anshari, Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid, Syaikh Abdul Aziz bin Ibrahim al-Qasim, Syaikh Rabi’ bin Hadi al- Madkhali, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman as-Sa’d, Syaikh Abdur Rahman al-Firiwa’i, dan yang lainnya.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH HAMMAD AL ANSHORY


Nama dan Kelahirannya


Namanya lengkapnya Abu ‘Abdul-Lateef Hammaad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Hinnah ibn Mukhtaar ibn Muhammad al-Basheer, ia lahir pada tahu 1334 H (1924) Taad Makkah di Mali, Afrika timur.


Guru-gurunya


1. Bapa saudaranya bernama, Shaykh al-Muqri. Muhammad ibn Ahmad ibn Taqqee al-Ansaaree, yang mengajarkan al-Quran kepada Shaykh Hammaad sejak kecil. Ia mulai menghapal al-Qur’an sejak usia 10 tahun dan Hafidz berumur 15 tahun, dia juga belajar ilmu Nahwu Shorof dengan pamannya tersebut.
2. Shaykh Moosaa ibn al-Kisaa.ee al-Ansaaree; (bapa saudaranya juga)
3. Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad, dikenal dengan julukan “al-Bahr” (lautan) mengajarkan fiqh dan tafsir, juga belajar kitab al-Muwattaa Imaam Maalik’s, juga kitab Saheeh Imaam al-Bukhaaree dan Imaam Muslim, dan kitab Sunan of Abu Daawood,
4. Shaykh ash-Shareef al-Idreesee al-Husaynee Hamood ibn Muhammad, dia mengajarkan usool al-fiqh dan tafseer.
Selanjutnya dia hijrah dari Mali ke Makkah kerana pada masa itu Mali dibawah jajahan Prancis, dia di Makkah belajar dengan :


1. Shaykh Muhammad ‘Abdur-Razzaaq Hamzah mengajarkan Tafseer Ibn Katheer,
2. Shaykh Abu Muhammad ‘Abdul-Haqq al-’Amree al-Haashimee al-Hindee, mengajarkan Saheeh Imaam al-Bukhaaree;
3. Shaykh Hasan al-Mashaat, mengajarkan Sunan at-Tirmidhee,
4. Shaykh Muhammad Ameen al-Hanafee, mengajarkan Saheeh Imaam al-Bukhaaree;
5. Shaykh al-’Arabee at-Tabaanee;
6. Shaykh Muhammad Ameen al-Halabee, mengajarkan ilmu nahwu;
7. Shaykh Haamid mengajarkan al-Fiqhee;
Shaykh Hammaad pergi ke Madeenah, di sana dia masuk ke jami’ah Islamiyyah mengambil Daar al-’Uloom ash-Shar’iyyah tahun1371H( 1952) jurusan specialisasi hadeeth. Guru gurunya di Madinah adalah :


1. Shaykh Muhammad ‘Abdullaah ibn Mahmood al-Madanee, sebagai Imam al-Masjid an-Nabawee.
2. Shaykh Muhammad ibn Turkee an-Najdee, mengajarkan kitab al-Muwattaa Imaam Maalik’s dan kitab al-Mughnee Ibn Qudaamah’s
3. Shaykh Muhammad al-Haafidth ibn Moosaa Hameed mengajarkan Sunan an-Nasaa.ee,
4. Shaykh ‘Umar Baree;
5. Shaykh ‘Ammaar al-Maghrabee;
6. Shaykh ‘Abduh Khuday’.
Mendapat ijazah dari gurunya
8. Shaykh ‘Ubaydur-Rahmaan al-Mubaarakphooree,
9. Shaykh ‘Abdul-Hafeedth al-Filisteenee;
10. Shaykh Qaasim ibn ‘Abdul-Jabbaar al-Andeejaanee;
11. Shaykh Hamood at-Tuwayjaree;
12. Shaykh Abu Muhammad ‘Abdul-Haqq al-Haashimee.
Beliau mengajar sunnah dan hadits pada univesitas Madinah antara lain Shahih Bukhary Muslim, sunan Tirmidzi, Tauhid, syarah aqidah dan tahawiyyah.


Guru seangkatan dengannya


1. Shaykh ‘Abdul-’Azeez ibn Baaz;
2. Shaykh Muhammad Naasiruddeen al-Albaanee;
3. Shaykh ‘Abdul-’Azeez ibn ‘Abdullaah Aal ash-Shaykh – Mufti kerajaan Saudi Arabia;
4. Shaykh Saalih ibn Muhammad al-Luhaydaan – Ketua Hakim di Saudi Arabia;
5. Shaykh ‘Abdul-Muhsin ibn Hamad al-’Abbaad – Wakil rector pada Islaamic University of Madeenah;
6. Shaykh Muhammad ash-Shaathilee an-Nayfar Tunisia;
7. Shaykh Muhammad Abu Khubzah Morocco;
8. Shaykh Muhammad ‘Ataa.ullaah Haneef Pakistan;


Murid muridnya


1. ‘Attiyah Muhammad Saalim – Mengajarkan al-Aajaro Miyah dan ar-Rahabiyyah;
2. Shaykh Dr. Saalih ibn Sa’d as-Suhaymee;
3. Shaykh Dr. Marzooq ibn Hiyaas az-Zahraanee;
4. Shaykh Dr. ‘Umar ibn Hasan Fallaatah;
5. Shaykh Dr. Baasim Faysal al-Jawaabirah;
6. Shaykh Dr. Wasee-ullaah ‘Abbaas;
7. Shaykh Dr. ‘Abdul-’Aleem ‘Abdul-’Atheem;
8. Shaykh Dr. Mahfooth ar-Rahmaan Zayn;
9. Shaykh Dr. Falaah ibn Ismaa’eel;
10. Shaykh Dr. Falaah ibn Thaanee as-Sa’eedee;
11. Shaykh Dr. Zayn al-’Aabideen Bilaa Furayj;
12. Shaykh Dr. Sagheer Ahmad;
13. Shaykh Dr. Shamsuddeen al-Afghaanee;
14. Shaykh Dr. Saalih ibn Haamid ar-Rifaa’ee;
15. Shaykh Dr. Musaa’id ar-Raashid;
16. Shaykh Dr. ‘Abdur-Rahmaan ibn ‘Abdul-Jabbaar al-Firyowaa.ee;
17. Shaykh Dr. ‘Alee ibn Husayn ibn ‘Alee;


Wafatnya


Shaykh Hammaad wafat pada kamis pagi 21 Jumaadil Awwal 1418 H, jenazahnya dishalatkan di Masjid Nabawi dan dikuburkan di perkuburan Baqee’.


Semoga allah Subhanahu wa ta’ala merahmatinya. Amien.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH MUHAMMAD AMIN AL SYINQITHY


Beliau dilahirkan pada tahun 1325 H/1897 M. Ketika berumur 10 tahun, beliau telah menghafal Al-Qur’an di bawah bimbingan bapa saudaranya, Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Al-Mukhtar Bin Ibrahim Bin Ahmad Nuh Al-Ja’ni.


Syaikh Muhammad Al-Amin belajar tajwid dan menulis khat Ustmani dengan saudara sepupunya, Syaikh Muhammad Bin Ahmad Bin Muhammad Al-Mukhtar. Beliau juga belajar kepada bibinya mengenai dasar-dasar tata bahasa Arab seperti Al-Ajurumiyah, Sirah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, dan sejarah nasab bangsa Arab.


Adapun bidang pengetahuan yang lainnya seperti ilmu fiqih, tafsir, hadish, tata bahasa Arab, ushul fiqih, dan syair, Asy-Syaikh belajar kepada beberapa ulama terkenal di negerinya dan mereka semua dari suku Al-Ja’ni, di antaranya adalah: Syaikh Muhammad Bin Salih (lebih dikenal dengan nama Ibnu Ahmad Al-Afram), Syaikh Ahmad Al-Afram Bin Muhammad Al-Mukhtar, Syaikh Ahmad Bin Umar, Syaikh Ahmad Bin Mud, Syaikh Muhammad An-Nimah Bin Zaidan, dan Syaikh Ahmad Fal bin Audah.


Syaikh Muhammad Al-Amin telah menyelesaikan dalam mengajar tafsir Al-Qur’anul Karim dua kali di Masjid Nabawi. Karena banyaknya murid beliau, maka tidak dapat diketahui siapa saja mereka. Namun, yang bisa disebutkan di sini, antara lain:


1. Syaikh Abdul Aziz Bin Baz tetap menghadiri pelajaran beliau dalam tafsir di Masjid Nabawi ketika beliau sebagai kepala Universitas Islam.

2. Syaikh Atiyah Muhammad Salim, salah satu yang menyelesaikan tulisan Syaikh Muhammad Al-Amin (sepeninggal beliau) berjudul tafsir Adwa Al-Bayan.

3. Syaikh Bakr Bin Abdullah Abu Zaid.

4. Puteranya, Syaikh Abdullah Bin Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi.

5. Putreanya, Syaikh Muhammad Al-Mukhtar Bin Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi.


Syaikh telah menulis kitab-kitab yang masyhur dengan segenap tenaga dan kemampuan sebagai bukti amalan beliau, kejelasan atas nasihat dan metodologi yang beliau gunakan, dan kemurnian pemikiran yang terang, serta sepanjang ketelitian atas tata bahasa Arab. Berikut adalah beberapa kitab yang beliau tulis:


1. Adwa Al-Bayan fi Idhah Al-Qur’an bil Quran

2. Adab Al-Bath wal Munatharah

3. Daf’u Iham Al-Idhtirab ‘an Ai Al-Kitab

4. Alfiyah fil Mantiq

5. Khalis Al-Jaman fi Zikr Ansab Bani Adnan

6. Man’u Jawaz Al-Majaz fil Munazzal lit Ta’abbud wal I’jaz

7. Mudzakhirah Ushul Al-Fiqih

8. Manhaj Ayat Al-Asma wa Sifat

9. Rajz fi Fura’ Madzhab Malik Yakhtas bil ‘Uqad min Al-Buya’ wa Ruhan

10. Syarah Maraqi As-Saud11. Nadzm fil Fara’id


Adapun akhlaqnya, beliau adalah sosok ulama yang mengamalkan ilmunya. Beliau tidak pernah membiarkan orang membuat fitnah di majlis beliau. Beliau begitu mulia dan tidak menghiraukan godaan dunia yang datang kepadanya. Beliau jujur dalam berbicara, bersikap adil, dan tidak segan mengubah pendapat beliau jika ternyata dalil berbicara lain.


Syaikh sendiri faham akan pentingnya dalam mencari ilmu. Beliau memandang bahwa ilmu hanya merupakan perantara (alat). Adapun intinya adalah Kitabullah itu sendiri.
Seseorang yang telah lama belajar kepada beliau memberikan kesaksian bahwa ilmu beliau tentang Kitabullah sangat kuat dan luas. Apabila seseorang bertanya kepadanya tentang sebuah ayat, ketika itu juga beliau akan menjelaskan dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

Demikianlah Asy Syaikh Muhammad Al-Amin Asy Syinqithi, semoga Allah merahmati beliau.


Beliau meninggal pada tahun 1393 H/ 1972 M.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH MUHAMMAD IBN IBRAHIM ALU ASY SYAIKH


Nama dan Nasabnya


Beliau Rohimahullah adalah Syaikh al­-Allamah al-Faqih al-Muhaddits Abu Abdul Aziz Muhammad bin Ibrahim bin Abdul Lathif bin Abdur Rah­man bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-­Najdi.


Beliau Rohimahullah dilahirkan pada bulan Muharram tahun 1311-1389H adh (Saudi Arabia) dalam ling­kungan keluarga yang dikenal dengan keilmuan dan keutamaan mereka.


Pertumbuhan ilmiah dan Guru-gurunya


Beliau tumbuh di Riyadh di dalam lingkungan yang penuh dengan pancaran ilmu. Ayahanda­nya Qadhi kota Riyadh. Dan bapa-bapa saudaranya adalah para ulama yang masyhur.
Pada umur 7 tahun, beliau Rohimahullah belajar tajwid al-Qur’an di bawah bimbingan Syaikh Abdur Rahman bin Mufairij. Kemudian beliau menghafal al-Qur’an pada usia 11 tahun.
Setelah hafal al-Qur’an beliau belajar kepada ayahandanya ring­kasan-ringkasan risalah-risalah para imam dakwah tauhid. Beliau hafalkan matannya lebih dulu kemudian beliau bacakan hafalan tersebut kepada ayahandanya. Setelah mutqin, ayahandanya memberikan syarah (penjelasan) matan tersebut kepada beliau.


Ketika berusia 16 tahun, beliau mengalami sakit pada kedua matanya selama setahun yang menyebabkan beliau kehilangan penglihatannya.


Pada tanggal 6 Dzulqa’dah 1329 H, ayahandanya meninggal dunia dalam usia 49 tahun. Maka beliau melanjutkan ta’limnya kepada para ulama negerinya. Beliau belajar kepada setiap gurunya dalam bidang ilmu yang gurunya menonjol pada bidang tersebut sehingga beliau menon­jol dalam setiap bidang ilmu yang beliau pelajari. Dalam bidang tauhid, tergolong kuat dalam tahqiq. Dalam bidang fiqih, beliau kukuh dalam ijtihad. Dalam bidang bahasa dan sastra Arab, beliau pakarnya. Demikian pula dalam bidang ilmu lainnya.


Di antara guru-guru beliau selain ayahandanya: bapa saudaranya, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif, Syaikh an-Nahwi al-Faradhi al-­Faqih Hamd bin Faris, Syaikh al-­Muhaddits al-Faqih Sa’d bin Atiq, Syaikh al-Faradhi Abdullah bin Rasyid, Syaikh al-Faqih Muhammad bin Mahmud.
Beliau belajar kepada ayahan­danya Ushul Tauhid dan Mukhta­sharatnya. Demikian juga ilmu Faraidh yang kemudian beliau perdalam pada Syaikh Abdullah bin Rasyid yang beliau belajar kepadanya Altiyah Faraidh.


Beliau belajar kepada bapa saudaranya, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif, banyak sekali kitab yang beliau hafal sebagiannya, seperti Kitabut Tauhid, Kasytu Syubuhat, Tsalatsatul Ushul, Aqidah Wasithiyah dan Hamawiyah, dan yang lainnya.


Dalam bidang fiqih; beliau menghafal matan Zadul Mustaqni’ di bawah bimbingan Syaikh Hamd bin Faris. Kemudian beliau Rohimahullah melanjutkan ta’limnya kepada Syaikh Muhammad bin Mahmud dan Syaikh Sa’d bin Atiq.


Dalam bidang hadits, beliau menghafal kitab Bulughul Maram dan separuh kitab Muntaqal Akhbar di bawah bimbingan pamannya, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif.


Beliau juga belajar Alfiyah al-­Iraqi kepada Syaikh al-Muhaddits Sa’d bin Atiq yang memberikan kepada beliau ijazah-ijazah hadits yang beraneka ragam. Demikian pula beliau meriwayat­kan dengan sama’ banyak sekali sanad-sanad hadits dari Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasalam.
Dalam bidang bahasa dan sastra Arab, beliau mempelajari dan menghafal al-Ajrumiyah, Mulhatul I’rab, Quthrun Nada, dan Altiyah Ibnu Malik kepada al-­Allamah an-Nahwi Hamd bin Faris.


Kehidupan Ilmiahnya


Ketika Syaikh Muhammad bin Ibrahim berusia 28 tahun, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif wafat. Menjelang wafat, beliau berwa­siat kepada Malik Abdul Aziz, raja Saudi Arabia waktu itu, agar menjadikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai pengganti­nya. Maka Malik Abdul Aziz kemudian mengangkat Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai imam Masjid Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab di Riyadh -yang saat ini bernama Masjid Syaikh Muhammad bin Ibrahim-.


Mulailah Syaikh Muhammad bin Ibrahim memulai majlis­-majlis ta’limnya di masjid tersebut. Semakin hari majelis-­majelis ta’limnya semakin kuat dan mengarah. Sehingga menca­pai puncak kematangannya pada tahun 1350-1370 H, majelis ta’limnya menonjol dengan kekuatan ilmiahnya. Beliau tidak henti-hentinya dalam ta’limnya sampai akhir hayatnya.


Syaikh Muhammad bin Abdur Rahman bin Qasim, salah seorang murid beliau, menyifati majlis ta’lim beliau dengan mengatakan, “Beliau memiliki tiga majelis yang tersusun dengan sistematik: Pertama: Setelah shalat Fajar hingga terbit matahari. Kedua: Setelah matahari meninggi hingga 2-4 jam berikutnya. Ketiga: Setelah shalat Ashar. Dan ada majlis keempat tetapi tidak rutin, iaitu setelah Zhuhur.
Sesudah shalat Maghrib beliau meluangkan waktu untuk mura­ja’ah kitab-kitab yang hendak diajarkan besoknya sesudah Fajar


Adapun kitab-kitab yang be­liau ajarkan dalam majlis-ma­jlis ta’limnya sebagai berikut:


1. Sesudah Fajar: Alfiyah Ibnu Malik dengan Syarah Ibnu Aqil, Zadul Mustaqni’ dengan syarhnya Raudhul Murbi’, Bulughul Maram, al-Ajrumiyah, Mulhatul I’rab, Quthrun Nada, Ushulul Ahkam, Hamawiyah, Tadmuriyah, dan Nukhbatul Fikar.


2. Sesudah terbit matahari, beliau mengajarkan dalam bidang aqidah: Kitabut Tauhid, Kasytu Syubuhat, Tsalatsatul Ushul, Aqidah Wasithiyah, Masa’ilul Jahiliyah, Lum’atul I’tiqad, dan Ushulul Iman. Dalam bidang hadits: Arba’in Nawawiyah dan Umdatul Ahkam. Dalam bidang fiqih: Adabul Masyi ila Shalat.


Setelah selesai dari kitab-­kitab yang ringkas di atas, beliau melanjutkan dengan kitab-kitab yang luas pembahasannya, seper­ti: Fathul Majid, Syarah Thahawiyah, Syarah Arba’in Nawawiyah, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Empat, tulisan-tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Katsir, serta kitab-kitab ulama lainnya.


3. Sesudah shalat Zhuhur, beliau mengajarkan Zadul Mustaqni’ beserta syarahnya dan Bulughul Maram.


4. Sesudah shalat Ashar, beliau mengajarkan Kitabut Tauhid dan syarahnya. Kadang-kadang beliau membaca Musnad Ahmad atau Mushannat Ibnu Abi Syaibah atau al-Jawab ash-Shahih liman Baddala Dienal Masih.”


Syaikh Muhammad bin Qasim berkata, “Syaikh Muhammad bin Ibrahim sangat menghendaki para murid rutin menghafal matan-­matan dengan sungguh-sungguh, tidak setengah-setengah. Tidak boleh seorang murid berpindah dari matan satu ke matan beri­kutnya kecuali setelah betul-betul menghafal dan memahami matan yang awal. Karena itulah seorang murid yang sungguh-sungguh, baru lulus setelah menempuh waktu selama 7 tahun.”


Tugas- Tugas Yang Beliau


Di antara tugas-tugas yang pernah beliau pegang adalah:


1. Kepala Darul Ifta’.

2. Kepala Kementerian Kehakiman

3. Direktur Pendidikan Tinggi dan Menengah

4. Rektor Universitas Islam Madinah

5. Direktur Perguruan Para Wanita

6. Ketua Majelis Tinggi Rabithah

7. Rektor Sekolah Tinggi Kehakiman

8. Khathib Jami’ Kabir dan ‘Iedain serta Imam Masjid Syaikh Abdullah


Kegigihan Beliau Dalam Berdakwah


Beliau memulai kehidupan dakwahnya sejak masih muda. Pada tahun 1345 beliau diutus oleh Malik Abdul Aziz untuk berdakwah di daerah Ghathghath yang merupakan markas kelom­pok Ikhwan yang dulunya berjihad bersama Malik Abdul Aziz, tetapi kemudian mereka memiliki ijtihad-ijtihad yang menyelisihi para ulama dan pemikiran­-pemikiran yang berlebihan.
Beliau begitu memperhatikan keadaan para da’i. Di antara para murid beliau yang menonjol dalam dakwah adalah Syaikh Abdullah al­-Qar’awi yang berdakwah di daerah Jazan. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rohimahullah mendukung sepenuh­nya dakwah Syaikh Abdullah al­Qar’awi secara moral dan material.


Beliau begitu gigih berusaha mempertemukan para da’i Tauhid dan Sunnah dari seluruh penjuru dunia pada waktu musim haji. Beliau dengarkan perkembangan dakwah mereka dan beliau beri­kan arahan dan nasihat untuk perkembangan dakwah mereka.


Beliau adalah Mudir Ma’had Islami di Nigeria dan sekaligus pembina penyebaran dakwah di Afrika.


Beliau memantau perkem­bangan markaz-markaz Islam di Eropa hdan memberikan arahan-­arahan ketika mereka menyam­paikan permasalahan-permasa­lahan mereka kepada beliau.
Beliau mendirikan Lembaga Penerbitan Dakwah dengan nama Mu’assasah Dakwah Islamiyah pada tanggal 23 Jumada Tsaniyah 1384 H.


Dalam dakwahnya beliau Rohimahullah mengikuti pokok-pokok dakwah al-Imam al-Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Di antaranya menanamkan aqidah Tauhid dalam jiwa, melarang kesyirikan, mengajak berpegang teguh dengan Sunnah dan meme­rangi bid’ ah, menyerukan pene­gakan syari’at Islam di dalam semua segi, mendidik jiwa dan menyucikannya, ittiba’ kepada generasi pendahulu (sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta ualama-ulama terdahulu) yang shalih, memerintah kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, dan selalu wala`kepada para waliwul amr dari Keluarga Su’ud (penguasa Saudi Arabia) yang telah membela dakwah dan menegakkan syari’at


Sifat-sifatnyaBeliau memiliki hafalan yang luar biasa. Beliau menghafal matan setelah membaca tiga kali atau dua kali. Demikian juga, beliau memiliki kecerdasan dan kejelian yang mengagumkan. Beliau bisa meraba hakikat segala permasalahan yang diajukan. Tidak pernah terpedaya oleh makar ataupun tipu daya.


Beliau dikenal dengan keikh­lasannya. Tidak pernah menceri­takan amalan-amalan yang beliau kerjakan, meskipun begitu banyak.


Beliau Rohimahullah masyhur dengan kebersihan hatinya. Tidak pernah dendam kepada siapa saja yang berbuat kurang baik kepadanya. Sebagaimana beliau dikenal pem­berani dalam menyampaikan kebenaran, siapapun yang beliau hadapi.


Beliau sangat menjauhi ghi­bah, hal itu dikenal dari beliau sejak usia dini hingga meninggal­kan dunia, beliau juga dikenal dengan kewara’annya, menjauhi hal-hal yang syubhat.
Beliau banyak berdzikir dan istighfar, banyak bermunajat kepada Allah hingga berlinang kedua matanya, demikian juga beliau selalu shalat malam dalam keadaan mukim mahupun safar.


Pujian Para Ulama Kepadanya


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Aku menyak­sikan dari beliau amalan-amalan yang bermanfaat bagi kaum mus­limin, ghirah terhadap Islam, dan membantah musuh-musuh Islam. Semoga Allah mencurahkan pahala yang berlimpah kepadanya. Beliau banyak menasihati para penuntut ilmu agar berdakwah ilalloh, memerintah kepada yang ma’ruf, dan melarang dari yang mungkar dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan jidal dengan cara yang baik. Beliau seorang yang luas ilmunya, banyak takut kepa­da Allah, jeli pemahamannya, kebaikan dan keutamaannya sangat banyak.”


Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi Rohimahullah berkata, “Kami mengetahui dari beliau keluasan ilmu, kesempurnaan akal, kesem­purnaan hikmah. dan kesabaran yang tidak ada bandingannya. Beliau sesuai yang aku yakini dan pastikan -walaupun aku tidak akan mentazkiyah seorang pun atas Allah- termasuk arang-orang yang langka dalam keilmuan, kesabaran, akal, dan hikmah, Kami mengharap agar Allah menerima keshalihan amalannya, membalasnya dengan kebaikan, meninggikan derajatnya di akhirat sebagaimana Dia telah meninggikannya di dunia.”


Syaikh Sa’di Yasin berkata, “Beliau telah menempuh jalan para imam kita dari para ulama generasi pendahulu yang shalih. Ketika aku mendengar beliau berfatwa, seakan-akan aku mendengar fatwa Sufyan bin Uyainah atau Ibnu Ulayyah atau Ibnu Abi Dzi’bin.”


Murid-muridnya


Di antara murid-murid beliau:


Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdullah bin Muham­mad bin Humaid, Syaikh Abdur Rahman bin Qasim, Syaikh Abdullah bin Muhammad al-­Qar’awi, Syaikh Abdul Aziz bin Nashir ar-Rusyaid, Syaikh Abdul Lathif bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Abdul Malik bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Shalih bin Ghushun, Syaikh Shalih bin Muhammad al-Luhaidan, dan masih banyak lagi selain mereka.


Di antara tulisan-tulisan beliau:


Majmu’ Fatawa dan Rasailnya yang diterbitkan dalam 13 jilid, al-Jawabul Wadhih al­Mustaqim, Tahkimul Qawanin, Nashihatul Ikhwan fir Raddi ala Ibni Hamdan, al-Jawabul Mustaqim fi Naqli Maqami Ibrahim, Tuhfatul Huffazh wa Marji’ul Qudhat wal Muftiin wal Wu’azh, dan Nazham Ilmi ‘ala Muqaddimah al-Inshaf.


Wafatnya


Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh Rohimahullah wafat di Riyadh pada pagi hari Khamis 24 Ramadhan tahun 1389 H dan dimakamkan di Riyadh. Semoga Allah meridhainya dan menempat­kannya dalam keluasan jannah­Nya.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH AHMAD IBN MUHAMAD SYAKIR


Beliau adalah Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakir bin Muhammad bin Ahmad bin Abdil Qadir. Beliau lahir di Kaherah Mesir pada tanggal 29 Jumadil Akhir 1309 (sekitar akhir abad ke-19), pada hari Jum’at ketika fajar menyingsing. Beliau keturunan shahabat Rasulullah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.


Asy-Syaikh Ahmad Syakir mulai menjadi seorang penuntut ilmu sejak usianya belum mencapai umursepuluh tahun. Ayah beliaulah yang menjadi guru utama beliau. Beliau belajar berbagai cabang ilmu. Ketika ayahnya yang sebelumnya adalah ketua hakim di Sudan berpindah ke kota Iskandariyah, Asy-Syaikh Ahmad Syakir juga turut serta. Beliau pun kemudian tumbuh terbimbing di lingkungan ulama. Di antara ulama tersebut adalah Asy-Syaikh Abdussalam Al-Faqi, dimana beliau belajar syair dan sastera Arab dari beliau. Waktu itu usia beliau belumlah sampai 20 tahun, akan tetapi beliau telah bersemangat untuk mempelajari ilmu hadits.


Ketika ayahnya diangkat menjadi wakil rektor Universitas Al-Azhar, Asy-Syaikh Ahmad Syakir juga ikut belajar di Universitas tersebut. Di sana beliau belajar dari beberapa orang ulama, di antaranya: Asy-Syaikh Ahmad Asy-Syinqithi, Asy-Syaikh Syakir Al-Iraqi dan Asy-Syaikh Jamaluddin Al-Qasimi.


Menurut kesaksian Asy-Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi -salah seorang sahabat beliau-, Asy-Syaikh Ahmad Syakir memiliki kesabaran yang begitu tinggi. Hapalannya pun kuat tidak tertandingi. Beliau juga memiliki kemampuan tinggi dalam memahami hadits dan bagus mengungkapkannya dengan akal dan nash. Beliau juga dalam pandangan ilmunya serta tidak taqlid kepada seorang pun.


Asy-Syaikh Ahmad Syakir telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia Islam. Beliau telah memberikan ta’liq dan tahqiq (komentar serta pembahasan yang teliti) kepada banyak karya ulama.


Di antara karya beliau adalah:


· Syarh Musnad Imam Ahmad (belum selesai sampai beliau wafat)
· Tahqiq terhadap Al-Ihkam karya Ibnu Hazm
· Tahqiq terhadap Alfiyatul Hadits karya As-Suyuthi
· Takhrij terhadap Tafsir At-Thabari bersama saudara beliau Mahmud Syakir
· Tahqiq terhadap kitab Al-Kharaj karya Yahya bin Adam
· Tahqiq terhadap kitab Ar-Raudathun Nadhiyah karya Shiddiq Hasan Khan
· Syarh Sunan At-Tirmidzi (belum selesai sampai beliau wafat)
· Tahqiq Syarh Aqidah Thahawiyah
· Umdatut Tafsir ringkasan Tafsir Ibnu Katsir (belum selesai sampai beliau wafat)
· Ta’liq dan Tahqiq terhadap Al-Muhalla karya Ibnu Hazm.


Asy-Syaikh Ahmad Syakir wafat pada hari Sabtu tanggal 26 Dzulqa’dah 1377 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Juni 1958. Karya-karya beliau senantiasa menjadi rujukan para ulama. Termasuk ahli hadits di masa kita ini, iaitu Asy-Syaikh Albani rahimahullah.(*)

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH MUHAMMAD AMAN IBN ALI JAMI ALI


Nama Dan Nasabnya


Beliau rahimahullah adalah Syaikh al-‘Allamah Abu Ahmad Muhammad Aman bin Ali Jami Ali.
KelahirannyaBeliau dilahirkan pada tahun 1349 H di desa Thagha Thab daerah Harar, Habasyah (Ethiopia), Afrika.


Pertumbuhan Ilmiah Dan Guru-Gurunya


Beliau rahimahullah tumbuh di desanya, Thagha Thab. Di situ, beliau belajar al-Qur’an hingga khatam kemudian belajar fiqh Madzhab Syafi’i. Beliau juga belajar bahasa Arab kepada Syaikh Muhammad Amin al-Harari.
Kemudian beliau meninggalkan desanya guna menuntut ilmu. Hingga bertemu sahabatnya dalam menuntut ilmu, Syaikh Abdul Karim. Keduanya pergi belajar Nazhm Zubad karya Ibnu Ruslan kepada Syaikh Musa dan belajar matan Minhaj kepada Syaikh Abadir. Demikian pula, keduanya mempelajari beberapa bidang ilmu lainnya.


Keduanya lantas sepakat pergi ke Saudi Arabia dalam rangka ibadah haji dan menuntut ilmu. Mereka berdua melakukan perjalanan darat dari Habasyah menuju Somalia. Dari Somalia melakukan perjalanan lewat laut hingga ke Aden, Yaman. Kemudian berjalan kaki hingga Mekkah.


Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1369 H, beliau rahimahullah memulai belajarnya dengan menghadiri halaqah-halaqah di masjidil haram. Beliau belajar kepada Syaikh Abdur Razaq Hamzah, Syaikh Abdul Haq al-Hasyimi, Syaikh Abdullah ash-Shomali dan ulama lainnya.
Beliau berkenalan dengan Syaikh Abdul Aziz bin bin Baz rahimahullah (mantan mufti kerajaan Arab Saudi-red) dan menemaninya dalam perjalanan ke Riyadh ketika beliau masuk ke Ma’had Ilmi di Riyadh. Di antara rakan beliau ketika belajar di Ma’had Ilmi adalah Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad dan Syaikh Ali bin Muhanna.


Di samping belajar di Ma’had Ilmi, beliau juga menghadiri halaqah-halaqah ilmu di Riyadh. Beliau menghadiri majlis Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Abdur Rahman al-Afriqi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi, Syaikh Hammad al-Anshari.


Beliau rahimahullah juga belajar kepada Syaikh Abdur Razzaq Afifi, Syaikh Muhammad Khalil Harras dan Syaikh Abdullah al-Qar’awi.


Pengabdiannya Kepada Kaum Muslimin


Beliau diusulkan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz kepada Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Mufti Saudi Arabia waktu itu, agar ditugaskan mengajar di Ma’had Ilmi di Shamithah, daerah Jazan. Usulan ini disetujui Syaikh Muhammad bin Ibrahim.


Ketika Universitas Islam Madinah dibuka pada tahun 1381 H, beliau dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai salah seorang pengajarnya dalam mata kuliah aqidah.


Beliau juga ditugaskan sebagai pengajar di masjid Nabawi dalam bidang aqidah.


Beliau kerahkan upaya beliau dalam dakwah ilallah di dalam dan di luar negeri Saudi selama kurang lebih 40 tahun, menjelaskan aqidah salafiyah dan membantah ahli bid’ah serta orang-orang yang menyeleweng dari jalan yang lurus. Beliau memiliki jasa yang besar dalam menjelaskan perbezaan-perbezaan yang mendasar antara manhaj salafy dan manhaj-manhaj bid’ah yang hendak memalingkan umat dari manhaj Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Kerana kegigihan dakwah inilah, beliau banyak mendapat rintangan dan gangguan. Tidak henti-hentinya para pemilik kesesatan melontarkan tuduhan-tuduhan dan perkataan-perkataan yang tidak patut kepada beliau. Sampai-sampai ada yang berusaha memberikan ganggua secara fizikal kepada beliau. Akan tetapi, tidak henti-hentinya pula beliau membela dakwah salafiyah dengan penuh kesabaran dan mengharap keridhaan Allah, hingga beliau wafat.


Akhlaknya


Beliau dikenal gigih dalam melakukan nasihat terhadap Allah, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang-orang awam. Beliau jarang bergaul dengan manusia kecuali dalam kebaikan. Beliau selalu menjaga waktu-waktunya. Kebiasaan beliau dikenal banyak orang; keluar dari rumahnya mengajar di Jami’ah, kemudian pulang ke rumah, lalu ke masjid Nabawi menyampaikan ta’limnya sesudah Ashar, sesudah Maghrib, sesudah Isya’ dan sesudah Fajar. Begitulah jadwal beliau, sampai beliau mengalami sakit teruk hingga meninggal dunia. Beliau dikenal menjaga lisannya, tidak mengejek, tidak mencela dan tidak mengghibah. Bahkan beliau tidak mengizinkan seorangpun melakukan ghibah dan menyebut aib manusia di hadapannya. Ketika terjadi suatu kesalahan pada sebagian panuntut ilmu pada suatu kaset atau kitab, beliau mendengarkan atau membacanya. Jika nampak bagi beliau kesalahan tersebut, beliau lakukan nasihat terhadapnya. Beliau dikenal lembut dan pemaaf. Dengan kelembutan dan sikap memaafkan, beliau hadapi ujian, perancangan jahat dan gangguan. Beliau memiliki perhatian yang sangat besar kepada murid-muridnya. Beliau hadiri undangan-undangan mereka. Menanyakan keadaan mereka dan mengatasi sebagian permasalahan keluarga mereka. Ringkasnya, beliau membantu mereka dengan harta, waktu dan kedudukannya.


Pujian Para Ulama Kepadanya


Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Beliau dikenal dengan keilmuannya, keutamaannya, kelurusan aqidahnya dan kegigihan dakwahnya kepada Alloh serta memperingatkan dari bid’ah dan khurafat. Semoga Alloh mengampuninya, menempatkannya dalam keluasan surga-Nya, memperbagus keturunannya dan semoga Alloh mengumpulkan kita semua dan beliau di negeri kemuliaan-Nya.”


Dalam kesempatan lain, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata. “Syaikh Muhammad Aman al-Jami dan Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, keduanya termasuk Ahli Sunnah. Keduanya dikenal dengan keilmuan, keutamaan dan kelurusan aqidahnya. Syaikh Muhammad Aman al-Jami telah wafat pada malam khamis 27 Sya’ban tahun ini. Aku berwasiat agar dipelajari kitab-kitab keduanya. Aku memohon agar Alloh memberikan taufiq kepada kita semua pada apa yang dia cintai dan dia ridhai.”


Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad berkata, “Aku mengenal Syaikh Muhammad Aman al-Jami ketika belajar di ma’had ilmi Riyadh dan sebagai pensyarah di Jamiyyah Islam Madinah. Aku mengenal beliau dengan kelurusan aqidah dan keselamatan arah. Beliau memiliki perhatian yang besar dalam menjelaskan aqidah salaf dan memperingatkan dari kebid’ahan di dalam ta’lim-ta’limnya, ceramah-ceramahnya dan tulisan-tulisannya. Semoga Alloh mengampuninya, merahmatinya dan memberikan pahala yang berlimpah kepadanya.”


Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Orang-orang yang berilmu dan memiliki ijazah ilmiah banyak sekali. Tetapi sedikit dari mereka yang bisa memanfaatkan dan memberikan faedah dari ilmunya. Syaikh Muhammad Aman al-Jami termasuk kelompok sedikit dari para ulama yang mengarahkan ilmu dan upaya mereka memberikan faedah dan mengarahkan kaum muslimin dengan dakwah kepada Alloh melalui ta’lim-ta’limnya di Jami’ah Islamiyah dan masjid Nabawi serta dalam perjalanan dakwahnya di dalam dan luar Saudi, menyeru kepada tauhid, menyebarkan aqidah yang shahih, mengarahkan para pemuda umat ini kepada manhaj salafush shalih dan memperingatkan mereka dari pemikiran-pemikiran yang merusak dan seruan-seruan yang menyesatkan. Siapa saja yang belum mengenalnya secara langsung, bisa mengenal melalui kitab-kitabnya dan kaset-kasetnya yang bermanfaat, yang menampakan keluasan ilmunya. Beliau terus melanjutkan kebaikan amalnya hingga beliau wafat. Beliau tinggalkan ilmu yang bermanfaat, yang terwujud pada murid-muridnya dan kitab-kitabnya. Semoga Alloh merahmatinya dan membalasnya dengan kebaikan.”


Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali berkata, “ Adapun Syaikh Muahammad Aman, aku tidak mengetahui beliau kecuali seorang yang beriman, bertauhid, salafi, faqih dalam agamanya, dan mempuni dalam ilmu aqidah. Tidak pernah kulihat yang lebih bagus darinya dalam memaparkan aqidah. Beliau telah mengajarkan kepada kami al-Wasithiyah dan al-Hamawiyah saat di marhalah Tsanawiyah. Tidak pernah kami melihat yang lebih bagus dari beliau dalam memahamkan para murid. Kami mengenal beliau dengan akhlak yang mulia, tawadhu dan kewibawaan. Kami memohon kepada Alloh agar mengangkat derajat beliau di surga dengan sebab celaan-celaan dan perkataan-perkataan yang tidak pantas dari ahlul ahwa’ (pengikut hawa nafsu) kepadanya. Terakhir, beliau meninggal dengan berwasiat agar selalu berpegang teguh dengan aqidah yang shahih, berwasiat kepada para ulama agar memperhatikan masalah aqidah. Ini menunjukan kejujurannya –insya Alloh- dalam keimanannya dan dalil atas khusnul khatimahnya. Semoga Alloh selalu mencurahkan kepada kita dan beliau rahmat dan keridhaanNya.”


Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Tsani berkata, “Beliau adalah seorang ulama salafi. Merupakan teladan utama dalam dakwah islamiyah. Beliau memiliki ceramah-ceramah di masjid-masjid dan pertemuan-pertemuan ilmiah di dalam dan luar negeri. Beliau memiliki tulisan-tulisan dalam masalah aqidah dan yang lainnya. Semoga Alloh memberikan balasan sebaik-baiknya kepada beliau dan mencurahkan pahala yang banyak di akhirat.”


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Banna berkata, “Beliau adalah sebaik-baik yang kami cintai dalam keluhuran akhlaknya, kelurusan aqidahnya, dan kebagusan pergaulannya.”
Syaikh Muhammad bin Hamud al-Waili berkata, “Aku mulai mengenal Syaikh Muhammad Aman al-Jami pada tahun 1381 H ketika daulah Saudi Arabia mendirikan Universitas Islam Madinah. Beliau termasuk para pengajar yang pertama ditugaskan di Universitas tersebut, sedangkan aku salah seorang mahasiswanya. Beliau termasuk diantara para masyayikh yang memberikan perhatian yang khusus kepada para murid sehingga mereka tidak berhenti dalam hubungan pengajaran. Pada kebanyakan ta’limnya, beliau memiliki perhatian yang besar dalam menjelaskan aqidah salafush shalih dalam pelajaran aqidah maupun yang lainnya.


Ketika menjelaskan aqidah salafush shalih dan berusaha menanamkannya dalam jiwa para muridnya yang berasal dari seluruh penjuru negeri, beliau sampaikan dengan gaya bahasa yang mereka mengerti. Karena beliau telah merasakan keindahan aqidah salaf dan menelaah kedalamannya, sampai-sampai seorang yang mendengar dan menyaksikan beliau ketika berbicara tentang aqidah salaf merasakan hatinya merasa cinta dan terikat dengan aqidah salaf. Beliau memiliki banyak rihlah dakwah dan ta’lim di luar negeri Saudi. Tidak pernah datang suatu kesempatan melainkan beliau gunakan untuk menjelaskan keagungan dan kejernihan aqidah salaf dengan penjelasan yang memuaskan. Orang yang membaca tulisan-tulisan dan risalah beliau akan meraba kebenaran dakwahnya. Saya hadir ketika beliau mempertahankan disertasi doktornya di Darul Ulum cabang Universiti Kairo Mesir. Beliau berupaya di dalam disertasinya tersebut menjelaskan kejernihan aqidah salaf dan keselamatan manhaj salaf. Beliau singkapkan keborokan setiap manhaj yang menyeleweng dari aqidah salaf serta kebatilan setiap tuduhan yang diarahkan kepada para penyeru aqidah salaf yang menghabiskan umurnya menyeru dan mengabdi kepada aqidah salaf. Beliau juga mematahkan setiap perkataan dan syubhat para pemilik kebatilan yang berusaha menjatuhkan manhaj salaf.


Ringkasnya, beliau begitu mendalam kecintaannya terhadap aqidah salafush shalih, ikhlas dalam mendakwahkannya, begitu gigih dalam membelanya, serta pemberani di dalam menyampaikan kebenaran. Semoga Alloh mengampuni beliau dan kita semua.”


Murid-Muridnya


Di antara murid-muridnya: Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali, Syaikh Ali bin Nashir Faqihi, Syaikh Muhammad bin Hamud al-Waili, Syaikh Abdul Qadir bin Habibullah as-Sindi, Syaikh Shalih bin Sa’d as-Suhaimi, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syaikh Falih bin bin Nafi’ al-Harbi, Syaikh Shalih ar-Rifa’i, Syaikh Falah Isma’il, Syaikh Falah bin Tsani, Syaikh Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, dan masih banyak lagi selain mereka.


Tulisan-Tulisannya


Di antara tulisan-tulisan beliau: Sifat Ilahiyyah fil Kitab was Sunnah Nabawiyyah fi Dhau’il Itsbat wa Tanzih, Manzilatus Sunnah fi Tasyri’ Islami, Majmu’ Rasa’il Jami’ Fil aqidah was Sunnah, Aqidah Islamiyyah wa Tarikhuha Haqiqatu Demokratiah wa Annaha Laisat minal Islam, Haqiqatusy Syura fil Islam, Adhwa’ ‘ala Thariqi Da’wah fil Islam, Tahhih Mafahim fi Jawaniba minal aqidah, Muhadharah Difa’iyyah anis Sunnah Muhammadiyyah, aql wa Naql ‘inda Ibnu Rusyd, Thariqatul Islam fi Tarbiyyah, Masyakilu Da’wah wa Du’at fi Ashril Hadits Islam fi Afriqia Abra Tarikh, dan yang lainnya.


Wafatnya


Syaikh Muhammad Aman al-Jami wafat di Madinah pada waktu pagi hari Rabu 26 Sya’ban 1416 H dan dimakamkan di pekuburan Baqi’ Madinah. Semoga Alloh meridhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya.

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com

SYAIKH SYAIFURRAHMAN MUBARAKFURY


Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara sekaligus. Akan tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Apabila tidak tersisa lagi orang yang berilmu, maka manusia mengangkat pemimpin yang bodoh, mereka ditanyai dan berfatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat lagi menyesatkan.”


Allah pun telah mewafatkan salah seorang ulama Islam dari Negeri India, iaitu Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri pada hari Jum’at tanggal 1 Desember 2006, ba’da shalat Jum’at di kota Mubarakfur India. Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri adalah salah seorang ulama dari Jami’ah As-Salafiyah di Kota Benares India.


Beberapa rujukan tentang berita wafatnya beliau: From Abu ‘Abdillaah Waseem Ahmad ibn ‘Abdurraheem Alhindee (posted in http://www.salafitalk.net):
Ash Shaykh Safeeurrahmaan Mubarakpuree rahimahullaah the author of the Seerah of Rasulullaah sallallaahu ‘alaihi wa sallaam Ar-Raheeq Al Makhtoum passed away an hour ago in India. Innaa Lillaahi Wa Innaa Ilayhi Raajioon.
From Zulfiker Ibrahim, student at the Islaamic University of Madeenah (posted in http://www.assalafi.com/):
“Today after Salaatul-Asr I received a phone call from Jamia Salafia – Banaras, India, informing me that the Shaykh, al-’Allaamah Safiur-Rahmaan Mubarakpuri passed away today in Mubarakpur, India, after Salaatul-Jumu’ah – Indian time roughly 2.00-2.30 pm. The Shaykh was known as one of the Major Salafee Scholars of India and his defence for the Sunnah and warning against Ahlul-Bid’ah. The Shaykh has a number of beneficial works in print, his most famous book being “ar-Raheeq al-Makhtoom” (The Sealed Necter) and the summary of the Tafseer of Ibn Katheer as published by Darussalam Publishers in Riyadh where he was a resident Scholar authenticating works prior to ther publication.” We ask you all to remember the Shaykh in your prayers and we ask Allaah (’Azza wa Jall) to cleanse the Shaykh of his sins and reward him with al-Firdaws, aameen”.


Karya Beliau


Beliau telah mewariskan banyak karya bagi kaum muslimin, di antaranya:


- Ar-Rahiqul Makhtum, Sirah Nabawiyah yang menjadi Pemenang Penulisan Sirah Nabawy yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Al-Islami. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

- Raudhah Al-Anwar fi Sirah An-Nabiy Al-Mukhtar Shallallahu ‘alaihi wasallam, Sirah Nabawiyah yang lebih ringkas daripada yang pertama.
- Syarh Bulughil Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani. Beliau mensyarahnya dengan syarah yang ringkas.


Ini adalah karya beliau yang saya dapati judul aslinya dalam bahasa Arab. Adapun yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Darussalam Publisher (tanpa ada keterangan judul aslinya dalam bahasa Arab):


- When the moon splite- The History of Makkah Mukarramah- The History of Madinah Munawwarah


Dari beberapa postingan di forum-forum Islam, diketahui pula bahwa beliau juga memiliki ringkasan terhadap Tafsir Ibnu Katsir.


Pujian Ulama Berkata Abu Yusuf Al-Libyani (diposting di sahab.net)
أما الشيخ صفي الرحمن المباركفوري فهو من مشائخ السنة وأثنى عليه العلامة المحدث المجدد الشيخ الألباني رحمه الله حيث قال أنا أزكي من أهل العلم الآن الشيخ الفاضل عبد العزيز بن باز في الرياض والشيخ صفي الرحمن المباركفوري في الهند.
وأنصح لمن أراد قراءة كتاب الرحيق المختوم أن يقرأ النسخة المنقحة منه التي حذف منها مؤلفها أخطاء وقعت منه في الأصل


Adapun Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri , beliau termasuk dari syaikh-syaikh sunnah dan Al-’Allamah Al-Muhaddits Al-Mujaddid Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah memuji beliau dengan mengatakan:


”Aku mentazkiyah para ulama di masa sekarang iaitu: Asy-Syaikh Al-Fadhil Abdul Aziz bin Baaz di Riyadh dan Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri di India”
Dan aku nasehatkan bagi orang yang ingin membaca Kitab Rahiqul Makhtum untuk membaca edisi revisi di mana penulisnya telah menghapus beberapa kesalahan dari edisi aslinya. (Sampai di sini ucapan Abu Yusuf).


Ustadz kami Abu Abdillah juga mengatakan bahwa ketika beliau belajar di Dammaj Yaman, Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Adni kerap memuji Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri. Asy-Syaikh Abdurrahman mengatakan bahwa Syaikh Shafiurrahman adalah seorang sunni salafy. Dan dalam mengajarkan Bulughul Maram, salah satu kitab yang dipakai oleh Syaikh Abdurrahman sebagai rujukan adalah Syarh Bulughil Maram yang ditulis oleh Syaikh Shafiurrahman rahimahullah.


Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni serta mencurahkan rahmat-Nya kepada diri Asy-Syaikh Shafiurrahman Al-Mubarakfuri..

Sumber:http://ahlulhadits.wordpress.com