Saturday, May 21, 2011

WAHAI SHABAB AHLUSSUNNAH


NASIHAT MASYAIKH KUWAYT KEPADA SHABAB AHLUSSUNAH

1.Mintalah pertolongan kepada ALLAH dengan merendah diri dan du`a yang ma`thur dari Nabi supaya ALLAH mengembalikan jalan yang lurus dan meletakkan kita atas sifat yang tegas di atas manhaj ini, bukannya terumbang ambing dan dengan cara pengertian dan pemahaman yang betul dengan melihat dan meneliti dengan sungguh-sungguh

2.Berhubung dengan ulama yang tekenal dengan manhaj yang selamat dan shohih.Ulama bercakap di atas haq dan adil, mereka tahu siapa yang yang terpesong dan sesat dari manhaj.

3.tinggalkan ulama yang dikenali sebagi ulama haraki yang sentiasa membangkitkan semangat revolusi, yang membangkitkan ummah melakukan tajdid yang menyelisihi manhaj salaf.Salaf berlepas diri dari mereka dan dakwah mereka. Mereka suka membangkitkan fitnah, mendekati ahlul bid`ah serta membanggakan diri.

4.Tekunilah mencari ilmu khasnya mempelajari tawhid dan manhaj yang shahih serta memahaminya.Bacalah kitab kitab ibn Taimiyyah dan anak muridnya ibn Qayyim dan juga Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dengan bimbingan syeikh-syeikh salafy. Berjaga jagalah dan baca buku-buku salaf seperti as Sunnah oleh ibn Abi Ashim, Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, al Ibanah oleh ibnu Baththoh, Syarh Usul Aqeedah Ahlussunnah oleh al Lalika`i dan banyak lagi.

5.Tinggalkan segala yang berbau hizbi.Tinggalkan pengikut mereka, kitab-kitab dan kaset mereka serta nasheed dan pentas mereka.

6.Janganlah membuatkan hati kamu seperti sponge yang kan menyerap dan menerima segala syubahat.

7.Berasa cukup dengan hidup melazimi salafiyin, berbakti kepada ibubapa dan menolong keluarga. Cukuplah bersahabat dengan salafiyin. Jika ingin berdakwah, gunakan kaset kaset dan kitab kitab ulama salaf.JANGAN BERDAKWAH JIKA BELUM MENGENAL AQEEDAH DAN MANHAJ SALAF..Kematangan anda dalam aqeedah dan manhaj dapat diketahui melalui syahadahdari ulama dan kibaar salafy. Binalah perpustakaan salafy di rumahmu dari kitab-kitab tafsir dan hadith yang bermanhaj salafy. Jauhi buku-buku ahli pemikir seperti syed Quthb, Muhammad Quthb dan lain lain..Ambillah dari ulama terdahulu yang lurus aqeedah dan manhajnya..

Diterjemahkan oleh Syaikhuna Dr Sulaiman bin Noordin dalam satu kelasnya

MUNGKINKAH SUNNI DAH SYI`AH BERSATU???


Al Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sahl bin Sa’d, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,


بعثت والساعة هكذا وأشار بأصبعيه السبابة والوسطى


Aku diutus bersamaan dengan datangnya hari kiamat seperti ini, sambil beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya”.


Kita hidup pada penghujung zaman, kurang lebih seribu empat ratus tahun semenjak junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan sabdanya di atas. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengkhabarkan akan munculnya huru-hara di akhir zaman pada banyak hadithnya. Di antaranya seperti yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu dan Abu Ya’la dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,


إنها ستأتي على الناس سنون خداعة يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة قيل وما الرويبضة قال السفيه يتكلم في أمر العامة.


Sesungguhnya akan datang kepada manusia masa-masa penuh dengan kepalsuan, pada masa itu pendusta dibenarkan dan orang benar didustakan, pengkhianat diamanahi dan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Dan pada masa itu para Ruwaibidhah berbicara”. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, “Apa itu Ruwaibidhah?” Jawab beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Orang bodoh berbicara tentang urusan besar”.


Sudah merupakan sunnatullah yang berlaku pada sekalian manusia, bahawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala menimpakan cubaan kepada mereka dengan adanya kebenaran dan kebatilan, pembela-pembela kebenaran di satu kubu dan pengekor kesesatan pada kubu yang lain, agar tampak dengannya siapa dari mereka orang-orang yang sabar dan istiqomah di atas jalannya,


كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (Qs. Al Anbiya’: 35)



Dan pada ayat yang lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


وَما أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا


Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cubaan bagi yang lain. Sanggupkah kamu bersabar Dan Rabbmu Maha Melihat”. (Qs. Al Furqan: 20)



ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاء اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُم بِبَعْضٍ


.Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain”. (Qs. Al Furqan: 4)

Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengambil perjanjian dari para ulama rabbani, pembela kebenaran, agar mereka menampakkan kebenaran itu dan tidak menyembunyikannya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


وَإِذْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلاَ تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاء ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْاْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ


Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (iaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. (Qs. Ali Imran: 187)

Dan di antara kesesatan yang perlu dijelaskan di sini adalah kebatilan-kebatilan ajaran Syi’ah Imamiyah.

Dasar ajaran Syi’ah adalah kesyirikan


Keraa telah maklum diketahui oleh semua bahwa Islam dibangun di atas tauhid, penghambaan syumuliyah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala semata-mata, dan menolak segala bentuk kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Allah Ta’ala berfirman,


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ


Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (Qs. Al Bayyinah: 5)


Adapun yang menjadi dasar ajaran Syi’ah Imamiyah adalah kesyirikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, penghambaan kepada kuburan-kuburan dalam bentuk tawassul atau meminta-minta kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menerangkan di dalam Al Qur’an bahwa perbuatan meminta sesuatu kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan perantara orang-orang shalih, para wali atau kuburan adalah kesyirikan kepada-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,




وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَـؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ


Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah:”Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Qs. Yunus: 18)

Sikap ghuluw mereka kepada Ali Radhiyallahu ‘Anhu.


Dan di antara kebatilan ajaran Syi’ah Imamiyah adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan) mereka terhadap Ali Radhiyallahu ‘Anhu, seperti yang terdapat pada tulisan-tulisan mereka berupa penisbatan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada Ali Radhiyallahu ‘Anhu.
Berkata penulis kitab Uyunul Mu’jizat pada halaman 14,


إن الشمس قالت لعلي: السلام عليك يا أول يا آخر يا ظاهر يا باطن يا من بكل شيء عليم


Sesungguhnya matahari berkata kepada Ali: Assalamualaikum kepadamu wahai yang pertama, wahai yang terakhir, wahai yang maha tinggi, wahai yang maha dekat, wahai yang maha mengetahui segala sesuatu”.

Dan pada halaman 32 disebutkan ucapan seseorang yang sudah mati kemudian dihidupkan oleh Ali, orang itu mengatakan:


لبيك يا محيي العظام وهي رميم


Labbaika wahai yang menghidupkan tulang belulang sesudah kehancurannya!!”

Dan pada halaman 43 disebutkan bahwa Ali berkata kepada orang dihadapannya,


أما تعلم أني أعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور


Tidak tahukah kamu bahwa aku mengetahui pandangan khianat dan semua yang disembunyikan di dalam hati?”


Dan yang lain sebagainya dari kebohongan-kebohongan ajaran Syi’ah Imamiyah.


Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatakan ajaran Yahudi dan Nashrani sebagai ajaran yang kufur pada banyak ayat-Nya kerana perbuatan mereka menuduh Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki anak,


وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ


Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata:”Al-Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dila’nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling”. (Qs. At-Taubah: 30)

Dan pada ayat-Nya yang lain Dia berfirman,


لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata:”Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam”. (Qs. Al Maidah: 72)

Dan pendiri ajaran Syi’ah Imamiyah, Ibnu Sauda’ Abdullah bin Saba’ yang asalnya adalah seorang Yahudi mengatakan tentang Ali Radhiyallahu ‘Anhu,


أنت أنت


Kamu adalah kamu”. Maksudnya Ali adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.


تعالى الله عما يقولون علوا كبيرا


Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan dan Maha Tinggi Dia”.

Maka silahkan hadirin sekalian menilai siapa yang paling kufur, Yahudi Nashrani atau mereka?

Perbuatan mereka mencaci maki shahabat


Di antara kebatilan mereka yang paling menonjol adalah perbuatan mereka mencaki maki shahabat Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka menuduh sebahagian besar shahabat telah fasiq dan sebahagian yang lain mereka kafir. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, seperti yang terdapat di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dari Abdullah bin Mughaffal Radhiyallahu ‘Anhu,


الله الله في أصحابي، لا تتخذوهم غرضا بعدي فمن أحبهم فبحبي أحبهم، ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم، ومن آذاهم فقد آذاني، ومن آذاني فقد آذى الله، ومن آذى الله يوشك أن يأخذه


Jagalah oleh kalian perintah Allah pada shahabatku, jangan kalian jadikan mereka sebagai sasaran sepeninggalanku. Barangsiapa mencintai mereka maka dengan kecintaanku aku cinta kepada mereka, dan barangsiapa membenci mereka maka dengan kebencianku aku benci kepada mereka. Dan barangsiapa menyakiti mereka berarti dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menghukumnya”.

Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman di dalam kitab-Nya,


وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (Qs. At-Taubah: 100)


Dan keimanan shahabat adalah standar benar tidaknya keimanan orang-orang sesudah mereka,


فَإِنْ آمَنُواْ بِمِثْلِ مَآ آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ وَّإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ


Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Al Baqarah: 137)

Al Imam Abu Zur’ah Ar-Razi Rahimahullah berkata,


إذا رأيت الرجل ينتقص أحدا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فاعلم أنه زنديق، وذالك أن الرسول حق، والقرآن حق، وإنما أدى إلينا القرآن والسنن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإنما يريد أن يجرحوا شهودنا ليبطلوا الكتاب والسنة، والجرح بهم أولى وهم زنادقة


Apabila kalian dapati seseorang menjelek-jelekkan salah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketahuilah bahwa orang itu adalah zindiq. Yang demikian karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah hak dan Al Qur’an adalah hak. Dan Al Qur’an dan sunnah-sunnah datang kepada kita melalui para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Yang mereka inginkan hanyalah mencela saksi-saksi kita untuk membatalkan Al Kitab dan As-Sunnah dan mencela mereka lebih pantas dilakukan, mereka adalah para zindiq”.


Adapun caci maki mereka terhadap shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan perkara yang sudah maklum bagi semua.


1. Al Kalbi –salah seorang ulama Syi’ah Imamiyah- menulis sebuah kitab yang diberi judul: Matsalibus Shahabah yang ertinya: Kejelekan-kejelekan Shahabat.


2. Al Kulaini –ulama mereka- menyebutkan di dalam Furu’ Al Kafi (Hal 115) dari Jafar Alaihissalaam, “Para shahabat adalah orang-orang yang telah murtad (kafir –pentj) sepeninggal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kecuali tiga orang saja. “Siapa saja mereka?’ kataku. Ia menjawab, “Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisi”.

Termasuk celaan mereka kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, caci maki mereka kepada Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma dan penyebutan mereka berdua dengan Al Jibti wat Thagut, dan laknat mereka terhadap keduanya beserta anak mereka.
Dikenal pada salah satu ritual mereka pembacaan Do’a yang mereka berinama dengan: Doa dua berhala Quraisy, seperti yang terdapat pada kitab mereka Miftahul Jinan (hal: 114) yang bacaannya,


اللهم صل على محمد وعلى آل محمد والعن صنمي قريش وجبتيهما وطاغوتيهما وابنتيهما


Ya Allah sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad dan laknatlah dua berhala Quraisy dan kedua Jibt dan Thaghut mereka dan kedua anak mereka”.
Yang mereka maksud dengan dua berhala Quraisy dan kedua Jibt dan Thaghut mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan dua anak mereka adalah Aisyah dan Hafshah –semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala meridhai mereka semua, amin-


Dan Syakhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, setelah menyebutkan kemiripan-kemiripan ajaran Syi’ah dengan agama Yahudi dan Nashrani yang di antaranya:


1. Agama Yahudi mengatakan, tidak sah kerajaan kecuali pada keturunan Daud Alaihissalaam. Dan agama Syi’ah mengatakan, tidak sah khalifah kecuali pada keturunan Ali Radhiyallahu ‘Anhu.


2. Orang-orang Yahudi merubah Taurat dan Syi’ah merubah Al Qur’an.


3. Orang Yahudi memusuhi Jibril Alaihissalaam dan mengatakan dia adalah musuh kami dari kalangan Malaikat. Begitu pula kaum Syi’ah mengatakan Jibril Alaihissalaam keliru menyampaikan wahyu kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Beliau menambahkan bahwa ajaran Syi’ah berbeda dari ajaran Yahudi dan Nashrani dalam satu hal. Yaitu apabila orang Yahudi ditanya, “Siapa sebaik-baik penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Musa Alaihissalaam”. Dan apabila orang Nashrani ditanya, “Siapa sebaik-baik penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Isa Alaihissalaam”. Dan apabila orang Syi’ah ditanya, “Siapa sejelek-jelek penganut agama kalian?”. Mereka akan menjawab, “Para shahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam”. Minhajus Sunnah An-Nabawiyah (1/24)

Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengajarkan Ahlussunnah, agar lisan-lisan mereka bersih dari caci maki kepada shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan hati-hati mereka jernih dari membenci salah seorang dari mereka. Merekalah yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam ayat-Nya,


وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ


Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang”. (Qs. Al Hasyr: 10)



Setelah kita menyemak huraian di atas, kita mengetahui bahwa tidak mungkin menyatukan antara Ahlussunnah dan Syi’ah apabila yang dimahukan adalah ajarannya, kerana yang demikian apakah berarti mereka menerima ajaran Ahlussunnah, ajaran Islam yang sesungguhnya dan itu yang seharusnya tapi mereka tidak akan menerimanya , atau Ahlussunnah bertoleransi dengan kesesatan dan kebatilan-kebatilan mereka dan ini bererti menggugurkan prinsip amar ma’ruf nahi mungkar.


Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada banyak ayat-Nya di dalam Al Qur’an telah menyatakan mustahilnya usaha-usaha itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


فَذَلِكُمُ اللّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلاَّ الضَّلاَلُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ


Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)” (Qs. Yunus: 32)


Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman


أَفَمَن يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ


Adakah orang yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”. (Qs. Ar-Ra’d: 19)


Dan yang wajib bagi Ahlussunnah untuk bersabar dalam mendakwahkan kebenaran kepada manusia, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,


فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ


Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (Qs. Al Hijr: 94)


Dan Dia juga mengatakan,


بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ


Bahkan Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensipati (Allah dengan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya)”. (Qs. Al Anbiya’: 18)


وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا


Dan katakanlah:”Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. (Qs. Al Israa’: 81)




Semoga dengan uraian singkat ini kita semakin mengerti dengan kemuliaan ajaran Islam dan berusaha untuk menjaganya serta menolak setiap ajakan yang menyeru kepada sikap bertoleransi segala macam bentuk kebatilan dan kesesatan yang disusupkan oleh musuh-musuh Islam dan para pembelanya.

http://ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=3


Saturday, May 7, 2011

MEMBONGKAR KESESATAN SYI’AH


Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fizik, memang sulit dibezakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Namun jika ditelusuri -terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.

Apa Itu Syi’ah?


Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu’ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji)


Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm)


Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (Al-Milal Wan Nihal, hal. 147, karya Asy-Syihristani)


Dan tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini adalah firqoh Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menyebarkan berbagai kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan adanya negara Iran.


Rafidhah , diambil dari yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna , meninggalkan (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakr dan ‘Umar , berlepas diri dari keduanya, dan mencela lagi menghina para shahabat Nabi . (Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah Al-Jumaili)
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar’.” (Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Asy-Syaikh Abul Hasan Al-Asy’ari berkata: “Zaid bin ‘Ali adalah seorang yang melebihkan ‘Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebahagian mereka mencela Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka:

Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikeranakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Kerana tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah.
Rafidhah ini terpecah menjadi beberapa cabang, namun yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah Al-Itsna ‘Asyariyyah.

Siapakah Pencetusnya?


Pencetus pertama bagi faham Syi’ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ Al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan.2
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran,). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).” (Majmu’ Fatawa, 4/435)

Sesatkah Syi’ah Rafidhah ?


Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.

a. Tentang Al Qur’an


Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata : “Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata: “…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.”
(Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir).
Bahkan salah seorang “ahli hadith” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan.

b. Tentang shahabat Rasulullah


Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)
Ahli hadith mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata: “Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)
Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah , mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bahagian dari prinsip agama mereka. Oleh kerana itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya:

Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), syaithan dan thaghut keduanya, serta kedua puteri mereka…(yang dimaksud dengan kedua puteri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah)
(Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18)
Adapun ‘Aisyah dan para isteri Rasulullah lainnya, mereka yakini sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh kerana itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata: “Mereka itu adalah suatu kaum yang berkeinginan untuk menghabisi Nabi namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka mencela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad ) adalah seorang yang jahat, kerana kalau memang ia orang shalih, nescaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)

c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)


Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama3. Diriwayatkan dari Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (2/18) dari Zurarah dari Abu Ja’far, ia berkata: “Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat, zakat, haji, shaum dan wilayah (imamah)…” Zurarah berkata: “Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata: “Yang paling utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174)
Imamah ini (menurut mereka -red) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib dan keturunannya sesuai dengan nash wasiat Rasulullah . Adapun selain mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin dari Abu Bakr, ‘Umar dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka bumi, serta memperluas dunia Islam, maka sesungguhnya mereka hingga hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 16-17)
Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga dari segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia Al-Imam Al-Mahdi, sang penguasa zaman -baginya dan bagi nenek moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam- yang dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkara-perkara yang ada.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 5, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/192)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus Sunnah, benar-benar secara rinci membantah satu persatu kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini.

d. Tentang Taqiyyah


Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeza dengan keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan Asy-Syi’ah Al-Itsna ‘Asyariyyah, hal. 80)
Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bahagian dari agama. Bahkan sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam Al-Kaafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar Al-A’jami: “Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak bertaqiyyah.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196). Oleh kerana itu Al-Imam Malik ketika ditanya tentang mereka beliau berkata: “Jangan kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, kerana sungguh mereka itu selalu berdusta.” Demikian pula Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, 2/27-28, karya Al-Imam Adz-Dzahabi)

e. Tentang Raj’ah


Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, Al-Qummi ketika menafsirkan surat An-Nahl ayat 85, berkata: “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah, kemudian menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini: ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) serta para imam ‘alaihimus salam akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’ ‘Alar Riwayatit Tarikhiyyah, hal. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali)

f. Tentang Al-Bada’


Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah . Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi4.
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata: “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah , dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)



Perkataan Ulama tentang Syi’ah Rafidhah


Asy-Syaikh Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili di dalam kitabnya Al-Intishar Lish Shahbi Wal Aal (hal. 100-153) menukilkan sekian banyak perkataan para ulama tentang mereka. Namun dikeranakan sangat sempitnya ruang rubrik ini, maka hanya dinukilkan sebahagiannya saja.


1. Al-Imam ‘Amir Asy-Sya’bi berkata: “Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin Al-Imam Ahmad)


2. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata: “Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)


3. Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i, telah disebut di atas.


4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.” (As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)


5. Al-Imam Al-Bukhari berkata: “Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125)


6. Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari shahabat Rasulullah , maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu kerana Rasul bagi kita haq, dan Al Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah . Sungguh mereka mencela para saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al Qur’an dan As Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah.” (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)


Demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah Rafidhah, mudah-mudahan boleh menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran…Amin.

Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc

http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=142

Tuesday, February 22, 2011

DEMOKRASI DAN PILIHANRAYA


Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Syaikh Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i


Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memujiNya, memohon pertolongan dan berlindung kepadaNya dari keburukan diri kita dan kejelekan amalan kita, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah niscaya dia akan tertunjuki, sedang siapa yang disesatkan Allah tiada yang mampu memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Amma ba'du

Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari para ulama supaya mereka menjelaskan kepada manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (syari'at ini), Allah berfirman.

“ Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (iaitu) : "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya" [Ali-Imron : 187]

Allah melaknat orang yang menyembunyikan ilmunya.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan islah dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah : 159-160]

Dan Allah mengancam mereka dengan neraka.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, iaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka seksa yang amat pedih. [Al-baqarah : 174]

Sebagai pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

“Agama itu adalah nasihat, kami bertanya : Bagi siapa wahai Rasulullah ?Jawab baginda : Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan mayarakat umum. [Hadit Riwayat Muslim]

Dalam menangani musibah yang menimpa umat Islam dan pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh komplotan musuh terutama pemikiran yang merosak aqidah dan syariat umat, maka wajib bagi setiap orang yang dikurniakan ilmu agama oleh Allah agar memberi penjelasan hukum Allah dalam beberapa masalah berikut.




DEMOKRASI


Menurut pencetus dan pembelanya, demokrasi adalah pemerintahan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, -pent). Rakyat pemegang kekuasaan mutlak. Pemikiran ini bertentangan dengan syari'at Islam dan aqidah Islam. Allah berfirman.

“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al-An'am : 57]

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. [Al-Maidah : 44]

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah ? [As-Syura : 21]

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.[An-Nisa : 65]

“Dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutuNya dalam menetapkan keputusan.[Al-Kahfi : 26]


Sebab demokrasi merupakan undang-undang thagut, padahal kita diperintahkan agar mengingkarinya, firmanNya.

“(Oleh karena itu) barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. [Al-Baqarah : 256]

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu.[An-Nahl : 36]

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab ? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.[An-Nisa : 51]


DEMOKRASI BERLAWANAN DENGAN ISLAM, TIDAK AKAN BERSATU SELAMANYA.


Oleh kerana itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum dengan hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap yang menyelisihi syari'at Allah pasti berasal dari thagut.

Adapun orang-orang yang berupaya menggolongkan demokrasi ke dalam sistem syura, pendapatnya tadak diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu hal yang belum ada nash (dalilnya) dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi [1] yang anggotanya para ulama yang wara' (bersih dari segala pamrih). Demokrasi sangat berbeza dengan system syura seperti telah dijelaskan di muka.

KESATUAN
Merupakan bahagian dari demokrasi, kesatuan ini ada dua macam :

[a] Kesatuan dalam politik (parti) dan,
[b] Kesatuan dalam pemikiran.

Maksud kesatuan pemikiran adalah manusia berada dalam naungan sistem demokrasi, mereka memiliki kebebasan untuk memeluk keyakinan apa saja sekehendaknya. Mereka bebas untuk keluar dari Islam (murtad), beralih agama menjadi yahudi, nasrani, atheis (anti tuhan), sosialis, atau sekuler. Maka ini adalah kemurtadan yang nyata.

Allah berfirman.

“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu kerana sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) ; Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan, sedang Allah mengetahui rahsia mereka.[Muhammad : 25]

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.[Al-Baqarah : 217]

Adapun kesatuan politik (partai politik) maka membuka peluang bagi semua golongan untuk menguasai kaum muslimin dengan cara pilihanraya tanpa mempedulikan pemikiran dan keyakinan mereka, bererti penyamaan antara muslim dan non muslim.

Hal ini jelas-jelas menyelisihi dali-dalil qath'i yang melarang kaum muslimin menyerahkan kepemimpinan kepada selain mereka.

Allah berfirman.

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman.[An-Nisa : 141]

“Wahai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. [An-Nisa : 59]

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian) ; bagaimanakah kamu mengambil keputusan ? [Al-Qolam : 35-36]

Kerana kesatuan (bergolong-golongan) itu menyebabkan perpecahan dan perselisihan, lantaran itu mereka pasti mendapat adzab Allah. Allah berfirmankan.

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.[Ali-Imran : 105]

Mereka juga pasti mendapatkan bara' dari Allah (Allah berlepas diri dari mereka). FirmanNya.

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. [Al-An'am : 159]

Siapapun yang beranggapan bahwa berserikat ini hanya dalam program saja bukan dalam sistem atau disamakan dengan perbedaan madzhab fikih diantara ulama maka realita yang terpampang di hadapan kita membantahnya. Sebab program setiap partai muncul dari pemikiran dan aqidah mereka. Program sosialisme berangkat dari pemikiran dasar sosialisme, sekularisme berangkat dari dasar-dasar demokrasi, begitu seterusnya.

[Dialih bahasakan dari Majalah Al-Ashalah, edisi 2 Jumadil Akhir 1413H, oleh Abu Nuaim Al-Atsari, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon, edisi 7/Th III. Hal.39-43]
_________
Foote Note.
[1] Ahlu Halli wal Aqdi tersusun dari dua kata Al-Hillu dan Al-Aqdu. Al-Hillu berarti penguraian, pelepasan, pembebasan dll. Sedang Al-Aqdu berarti pengikatan, penyimpulan, perjanjian dll. Maksudnya yaitu semacam dewan yang menentukan undang-undang yang mengatur urusan kaum muslimin, perpolitikan, manajemen, pembuatan undang-undang, kehakiman dan semisalnya. Semua hal tersebut suatu saat bisa direvisi lagi dan disusun yang baru [Lihat kitab Ahlu Halli wal Aqdi, Sifatuhum wa Wadha'ifuhum. Dr Abdullah bin Ibrahim At-Thoriqi, Rabithah Alam Islami, -pent] Jumat, 2 April 2004 09:15:24 WIB


PERSEKUTUAN DAN KOALISI DENGAN KELOMPOK SEKULER
Tahaluf (persekutuan) adalah kesepakatan antara dua kelompok yang bersekutu pada satu urusan, keduanya saling menolong.

Tansiq (koalisi) adalah suatu tandhim (sistem) yaitu semua partai berada dalam satu sistem yang menyeluruh dan menyatu. Tandhim lebih tertata ketimbang persekutuan.

Bila koalisi ini bertujuan menyokong demokrasi berserikat, pemikiran dan usaha meraih kekuasaan yang dicanangkan oleh partai-partai Islam di beberapa negara Islam bekerjasama dengan partai sekuler maka pungkasannya adalah seperti persekutuan antara orang-orang Yaman dengan partai Bats sosialis untuk melancarkan perbaikan. Persekutuan dan koalisi model begini diharamkan, sebab termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah menfirmankan.

Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.[Al-Maidah : 2]

Artinya : Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain dari pada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.[Hud : 113]

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. [Ali-Imron : 118]

Selain mengandung implikasi terwujudnya kecintaan antara golongan tersebut (antara muslim dan non muslim,-pent), hal ini juga menggerus pondasi wala' dan bara' (loyalitas dan sikap berlepas diri). Padahal keduanya merupakan tali iman yang terkokoh. Allah berfirman.

Artinya : Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. [Al-Maidah : 51]

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Artinya : Seseorang itu dikelompokkan bersama orang yang dia cintai.[Muttafaqun Alaihi]

Orang-orang yang melegalkan persekutuan dan koalisi berdalil dengan beberapa dalil, namun dalil-dalil tersebut tidak menunjukkan apa yang mereka kehendaki, diantaranya ;

[A] Persekutuan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Dengan Orang Yahudi

Jawabannya sebagai berikut :
[1] Haditsnya tidak shahih, karena mu'dhal (gugurnya dua orang rawi secara berurutan dalam silsilah sanadnya, -pent)
[2] Pasal-pasal dalam persekutuan yang dijadikan pijakan -jika ini benar- maka menyelisihi isi dari persekutuan tadi.
[3] Hukum bagi yahudi dan bagi orang-orang yang enggan menerapkan syari'at Allah adalah berbeda.
[4] Mereka tidak dalam keadaan terpaksa (dharurat) sebab keadaan dharurat yang sesuai dengan syar'iat tidak terwujud, lantaran syarat darurat tidak ada.
[5] Kalaulah hadits tentang persekutuan Nabi dengan yahudi itu shahih, tetapi hukumnya mansukh (terhapus) dengan hukum-hukum jizyah (upeti yang diserahkan oleh orang-orang non muslim yang berada dalam kawasan negara Islam sebagai imbalan jaminan keamanan dan menetapnya mereka, -pent)
[6] Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjalankan pemerintah Islam, sedangkan jama'ah dan partai yang terjun di medan dakwah tidak boleh memposisikan diri mereka sebagai pemerintah Islam.
[7] Orang-orang yahudi tersebut berada dalam naungan negara Islam, oleh karena itu tidak akan terwujud persekutuan antara golongan yang sederajat.

[B] Persekutuan Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dengan Bani Khuza'ah

Jawabannya sebagai berikut :
[1] Yang benar, Bani Khuza'ah adalah muslimin, buktinya, tersebut dalam sejarah mereka mengatakan : Kami telah memeluk Islam dan kami tidak mencabut ketaatan, namun mereka membunuh kami sedang kami dalam keadaan ruku dan sujud.
[2] Andaikan saja mereka itu masih musyrik, tetapi hukum kafir asli berbeda dengan hukum bagi orang-orang yang menolak hukum Islam.
[3] Isi persekutuan yang ada sekarang ini bebeda dengan isi persekutuan dengan bani Khuza'ah ; pasal-pasal kesepakatan partai itu telah diisyaratkan di muka sedangkan pasal-pasal kesepakatan dengan Khuza'ah tidak mengandung penyelewengan dari kebenaran dan tidak ada kerelaan kepada kebatilan.

[C] Perlindungan Yang Diberikan Muth'im bin Adi dan Abu Thalib Kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Jawabannya :
Ini strategi beliau mensiasati keadaan dan beliau masih bebas untuk berdakwah.

KONTRAKDIKSI YANG MENIMPA MEREKA
Suatu kali mereka menyebut Partai Sekuler, kali lain mengatakan Perbedaan golongan ini hanya dalam program bukan perbedaan manhaj, kali lainnya lagi mengucapkan Partai itu sekarang telah murtad, namun mereka telah bertobat, lantaran itu mereka menerima ke-Islaman dan pertobatan mereka. Lantas mengapa mereka berdalih bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersekutu dengan yahudi dan orang-orang musyrik, jika mereka telah memvonis bahwa partai tertentu kafir, lalu mengapa mereka masih mengadakan persekutuan ? Ini kontradiksi yang nyata. Andai taubat mereka jujur, maka menurut syari'at harus memenuhi hal-hal berikut :

[1] Harus mengumumkan pelepasan diri mereka dari keyakinan mereka yang terdahulu dan atribut-atribut ketenaran mereka, dan mengakui kesalahan manhaj mereka yang dahulu.

[2] Menghilangkan anasir yang menentang Islam dari diri mereka secara lahir batin.

Dalih Yang Menjadi Pegangan Mereka Yaitu Perjanjian Hudaibiyyah.

Jawabnya :
[1] Pemerintah Islam berhak mengikat perjanjian dengan musuh mereka jika dipandang maslahatnya lebih banyak ketimbang mafsadahnya.

[2] Pada perjanjian Hudaibiyyah tidak terdapat sikap mengalah, tidak seperti sikap partai-partai itu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengganti tulisan Ar-Rahman Ar-Rahiim dengan Bismika Allah. Adapun beliau tidak menuliskan kalimat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bukan merupakan bukti bahwa beliau menghapus risalah dari dirinya, tetapi justru mengucapkan : Demi Allah, aku benar-benar utusan Allah.

[3] Terjadinya perjanjian Hudaibiyyah itu menghasilkan maslahat (kebaikan) nyata yaitu pengagungan kemuliaan Allah, bandingkan dengan dampak yang muncul akibat persekutuan dan koalisi tersebut.

[4] Hukum bagi kafir asli dan bagi orang yang enggan menerapkan hukum Islam berbeda.

PEMILIHAN UMUM
Termasuk sistem demokrasi pula, oleh karena itu diharamkan, sebab orang yang dipilih dan yang memilih untuk memegang kepemimpinan umum atau khusus tidak disyaratkan memenuhi syarat-syarat yang sesuai syariat. Metode ini memberi peluang kepada orang yang tidak berhak memegang kepemimpinan untuk memegangnya. Karena tujuan dari orang yang dipilih tersebut adalah duduk di dewan pembuat undang-undang (Legislatif) yang mana dewan ini tidak memakai hukum Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun yang jadi hukum adalah Suara Mayoritas. Ini adalah dewan thagut, tidak boleh diakui, apalagi berupaya untuk menggagas dan bekerjasama untuk membentuknya. Sebab dewan ini memerangi hukum Allah dan merupakan sistem barat, produk yahudi dan nashara, oleh karena itu tidak boleh meniru mereka.

Bila ada yang membantah : Sebab di dalam syari'at Islam tidak terdapat metode tertentu untuk memilih pemimpin, lantaran itu pemilu tidak dilarang.

Jawabannya : Pendapat tersebut tidak benar, sebab para sahabat telah menerapkan metode tersebut dalam memilih pemimpin dan ini merupakan metode syar'i. Adapun metode yang ditempuh partai-partai politik, tidak memiliki patokan-patokan pasti, ini sudah cukup sebagai larangan bagi metode itu, akibatnya orang non muslim berpeluang memimpin kaum muslimin, tidak ada seorangpun dari kalangan ahli fikih yang membolehkan hal itu.

AKTIVITAS POLITIK
Partai-partai politik memiliki kesepakatan-kesepakatan antara mereka untuk tidak saling mengkafirkan dan bersepakat untuk mengukuhkan dasar-dasar demokrasi. Sedangkan hukum Islam dalam masalah ini adalah mengkafirkan orang-orang yang telah dikafirkan oleh Allah dan RasulNya, memberi cap fasiq kepada orang yang di cap fasiq oleh Allah dan RasulNya dan memberi cap sesat kepada orang yang diberi cap sesat oleh Allah dan RasulNya. Islam tidak mengenal pengampunan (grasi/amnesti dari pemerintah, -pent). Mengkafirkan seorang muslim yang tercebur dalam maksiat bukan termasuk manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah selama dia tidak menghalalkan kemaksiatan tersebut. Adapun undang-undang produk manusia diantaranya undang-undang Yaman, telah dijelaskan oleh ulama Yaman bahwa di dalamnya terkandung penyelisihan terhadap syari'at.

METODE DAKWAH KITA YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH MASYARAKAT
[1] Kita mendakwahi manusia untuk berpegang dengan Al-Qur'an dan Sunnah secara hikmah, nasehat yang baik selaras dengan pemahaman para Salaf.

[2] Kita memandang bahwa kewajiban syar'i terpenting adalah menghadapi pemikiran import dan bid'ah-bid'ah yang disusupkan ke dalam Islam dengan cara menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dakwah, menggugah kesadaran umat, meluruskan keyakinan-keyakinan dan pemahaman yang keliru dan menyatukan kaum muslimin dalam lingkup semua tadi.

[3] Kami memandang bahwa umat Islam tidak membutuhkan revolusi, penculikan dan penyebaran fitnah. Namun yang dibutuhkan adalah pendidikan iman dan pemurnian. Ini merupakan saran paling vital untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan umat.

[4] Sebagai penutup kami akan memperingatkan bahwa motif yang melatari munculnya uraian ini adalah kami melihat sebagian ulama dan khususnya ulama negara Yaman membicarakan permasalahan yang dipakai pijakan oleh partai-partai politik Islam. Mereka bermaksud meletakkan landasan syar'i bagi permasalahan tersebut, padahal masalah tersebut mengandung kontradiksi dan kesalahan-kesalahan ditinjau dari sisi syar'i. Perlu diketahui bahwa mereka tidak mewakili kaum muslimin namun hanya mewakili diri mereka sendiri dan partai mereka saja. Yang jadi mizan adalah dalil bukan jumlah mayoritas dan bukan desas-desus.

Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada pemimpin kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabat beliau. Segala puji bagi Allah.

Penandatangan fatwa ini adalah :
[1] Syaikh Muhamad Nashiruddin Al-Albani
[2] Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i
[3] Syaikh Abdul Majid Ar-Rimi.
[4] Syaikh Abu Nashr Abdullah bin Muhammad Al-Imam
[5] Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washshabi, dll.

[Dialih bahasakan dari Majalah Al-Ashalah, edisi 2 Jumadil Akhir 1413H, oleh Abu Nuaim Al-Atsari, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon, edisi 7/Th III. Hal.39-43] Jumaat, 2 April 2004 09:15:24 WIB


Monday, February 7, 2011

CIRI-CIRI SALAFIYYIN


Kejelasan Dalam Aqeedah Dan Manhaj

Ciri ini merupakan ciri yang terpenting yang dengannya ahlussunnah wal jama`ah berbeza dari firqoh yang lain.Kamu akan mendapati seorang sunnah salafy yang berpegang teguh dengan aqeedahnya,yang berjalan di atas cahaya yang datang dari Kitabullah dan As Sunnah,kamu akan mendapatinya mempunyai kejelasan dalam aqeedahnya,jelas manhajnya,tidak ada kesamaran dalam manhajnya,tidak menyimpang ke kiri atau kanan bahkan kamu akan mendapatiya bersikap jelas dan terang seperti terangnya matahari di siang hari.Jika aqeedahnya jelas,methodenya jelas,manusia akan mengatakan bahawa dia adalah seorang sunni dan bahawa dia adalah salafy.

Inilah ciri yang penting yang dengannya seorang ahlussunnah berbeza dengan dari firqoh yang lain.Berbeza dengan ahlul bid`ah,kerana method mereka adalah sirriyah dan terselubung,mereka bekerja secara rahsia,samar dalam method mereka.Bahkan kamu akan mendapati mereka beragama dengan cara bertalawwun (berubah-ubah dan berpindah-pindah) dan bermain-main dengan agama.Adapaun seorang salafy, tidak ada sedikit pun padanya permainan dan talawwun seperti ini bahkan lisannya mengucapkan apa yang ada di hatinya,lahiriyyah seperti batinnya tanpa ada perbezaan.Dia akan sentiasa memperlihatkan aqeedahnya yang benar,tidak berasa segan di jalan ALLAH dan tidak takut dalam menegakkan agama ALLAH.Kalau kamu mengkaji manhaj ahlussunnah serta pokok-pokok yang mereka canangkan dalam bermuamalah dengan orang yang menentang mereka nescaya kamu akan medapati mereka ketika mencanangkan pokok-pokok ini,mereka kana menjelaskan dan menerangkannya dengan penjelasan yang sangat jelas.

Menghajr Ahlil Bid`ah

Antara ciri-ciri ahlussunnah yang lain ialah mereka akan menghajr ahlul bid`ah, wajibnya menghajr ahlul bid`ah dan bahawa maslahat dari hajr ini kembalinya kepada yang menghajr, sedang yang diboikot mengharuskan dia (ahlul bid`ah) diperlakukan dengan perlakuan seperti itu,dengan dihajr dan dijauhi.

Hajr merupakan salah satu pokok ahlussunnah dalam muamalah mereka dengan ahlul bid`ah dan perlaksanaannya bergantung kepada maslahat , perlu ditinjau dari sisi dia termasuk ciri-ciri yang penting dalam menetapkan kejelasan manhaj ahlussunnah.Kenapa perlu menghajr ahlul bid`ah?Hal ini kerana kejelasan manhaj salafy dan untuk manjauhi ahlul bid`ah.Kita akan emndapati ahlussunnah berada di jalan lain dan ahlul bid`ah berada di jalan lain.Ahlussunah menghajr,menjauhi dan membenci perlakuan bid`ah..Ahlussunah itu berada di adas kebenaran manakala ahlul bid`ah berada di dalam jurang yang dalam.Kerana itu jika kita melihat dalam Kitabullah,as Sunnah dan athar ,kita akan mendapati penetapan hajr terhadap ahlul bid`a,dan para ulama senantiasa menukilkan ijma` akan pokok ini,bahkan ijma` ini telah dinukilkan oleh lebih dari 30 orang imam dalam kitab-kitab mereka yang terkarang dalam aqeedah.Mereka menukilkan ijma` ahlussunah akan wajibnya mentahzir,wajibnya menghajr ahlul bid`ah sesuai dengan maslahat yang ada.

Kembalilah kepada kisah Shabigh pada zaman Umar.Kisah ini telah mahsyur di kalangan ahlussunnah.Namun begitu dalam masalah hajr ini kita perlu melihat kepada maslahat.Hajr boleh dilakukan jika ahlussunah adalah majoriti.Hajr juga akan membuatkan ahlul bid`ah akan bertaubat.Jadi pada abad ini,abad di mana ahlussunah terasing,sedikit,jadi ahlussunah perlu menghajr diri mereka bukannya menghajr ahlul bid`ah sepertimana yang dikatakan oleh Syaykh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al Albany.

Tahzir Dari Ahlul Bid`ah

Di antara perkara yang menunjukkan jelasnya manhaj ahlussunah dan teguhnya mereka berpegang kepada Kitabullah,as Sunnah ialah mereka mentahzir dari mubtadi`.Kita akan mendapati dalam kitab-kitab ahlussunah penuh berisi tahziran dari bid`ah,tahziran dari mubtadi`,tahziran dari hizbiyah dan sebagainya.

Mereka sekali tidak merasa menyesal melakukannya dan mereka tidak menganggap ia ghibah yang haram.Bahkan ia adalah ghibah yang diperbolehkan oleh agama,bahkan ia adalah nasihat dalam agama.Maka tahziran dari hali bid`ah dan kelompok-kelompok bid`ah dan para ahli bid`ah itu sendiri berserta penyebutan nama mereka.Mereka mentahzir dari semua ini agar ia tidak masuk dalam barisan ahlussunah dan agar manhaj ahlussunah tidak bercampur baur.Setiap barisan berada di atas jalannya sendiri,ahli bid`ah dengan bid`ahnya dan ahlussunnah berserta manhaj mereka,salafiyyah yang bersih lagi murni dan lurus.

Syubhat Batil

Ahlussunah tidak mengambil ilmu dari ahli bid`ah,tidak belajar kepada mereka, tidak belajar kepada mereka, bahkan dalam kitab-kitab ahlussunnah telah dibahaskan dan difatwakan semua masalah.Maka kita tidak perlu lagi kepada kitab-kitab ahli bid`ah dan menyibukkan mendengarkan kaset-kaset ahli bid`ah.Ahlussunnah tidakk mengatakan seperti ahli ahwa`, itulah syubhat syaithon -: AMBILLAH KEBENARAN DARI MEREKA DAN LEMPARKANLAH KEBATILAN MEREKA.Kita katakan betul sekali perkataan ini Kalau ada seseorang yang datang lalu menampakkan kebenaran maka kita harus menerima kebenaran tersebut, bagaimana pun jauhnya orang itu dari Allah. Maka kita menerima kebenaran, namun perkara ini tidaklah menunjukkan kita boleh mencari-cari kebenaran dari mereka dan kita boleh mendengar kaset-kaset mereka agar kita boleh mengambil kebenaran dari mereka dan meninggalkan yang batil, atau kita membaca kitab-kitab mereka agar kita dapat mengambil yang benar dan meninggalkan yang batil.


Syubhat inilah yang telah menyesatkan banyak pemuda. Dia menyangka bahwa dia sudah kuat dalam akidahnya, dia sudah faham akan manhajnya, sehingga dia akan membaca kitab-kitab mereka dan tidak peduli buku siapa yang dia baca, maka dia membaca kitab seorang ikhwani, quthbi, takfiri, asy’ari, muktazili, kemudian dia berkata: Saya mengambil kebaikannya dan meninggalkan yang batil. Kalau dia terus-menerus di atas method seperti ini pasti kebatilan akan masuk ke dalam hatinya. Ayyub As-Sikhtiyani dan Ibnu Sirin -rahimahullah- didatangi oleh mubtadi’ lalu berkata, “Saya mahu berdebat dengan kalian,” tapi mereka menjawab, “Tidak.” Mereka kembali berkata, “Kalau begitu dengarlah dari kami satu kalimat saja,” maka mereka segera meletakkan jari-jari mereka ke telinga-telinga mereka seraya berkata, “Tidak, walaupun setengah kalimat.Seseorang di antara mereka (mubtadi’) pernah berkata kepada Ayyub, “Saya akan membacakan Al-Qur`an kepadamu,” beliau menjawab, “Jangan kamu membacakan sesuatu pun kepadaku, walaupun Al-Qur`an.” Maka beliau ditanya tentang hal itu, maka imam ini menjawab -itulah kalimat yang berharga-, “Sesungguhnya hati itu lemah, sehingga mungkin saja kebatilan masuk ke dalamnya, siapakah yang mampu mengeluarkan kebatilan ini dari hati? Mungkin saja dia membacakan satu ayat kepadaku lalu dia memalingkan maknanya sehingga saya menjadi sesat kerananya.”Beliau adalah seorang imam besar maka bagaimana dengan kita, orang-orang yang lemah, bagaimana lagi dengan para penuntut ilmu yang berprasangka baik pada diri mereka sampai sangkaan baik ini menyebabkan mereka meninggalkan sunnah sehingga mereka menjadi orang yang kehairanan.


Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah menukil dari Imam Al-Ghazali bahwa dia membaca kitab-kitab para filosof untuk membantah mereka akhirnya dia terjun ke dalam mazhab dan akidah mereka sehingga dia tersesat.Banyak contoh orang-orang yang belajar dari mubtadi’ lalu dia menjadi sesat dan bernisbah kepada syi`ah, dan dari orang yang belajar kepada seorang Asy’ari lalu dia terpengaruh dengannya dan berpindah kepada mazhabnya padahal di awal hidupnya dia berada di atas sunnah. Dia pergi sebagai seorang sunni lalu belajar kepada seorang mubtadi’, bergaul dengan mereka dan membaca kitab-kitabnya dan tidak perduli, lalu dia pulang kembali, hingga akhirnya dia menjadi penyeru bid’ah bahkan menjadi orang yang memerangi ahlussunnah wal jamaah. Maka semua ini termasuk dari bentuk kejelasan dalam manhaj.



Penamaan Ahlussunnah


Demikian pula termasuk dari bentuk kejelasan dalam manhaj adalah nama-nama yang

ahlussunnah bernama dengannya, yang dengannya mereka berbeza dari selain mereka.Maka ahlussunnah sejak awal kali mereka muncul, mereka pada zaman nabi berada di atas satu hati, bid’ah tidak boleh masuk ke tengah-tengah mereka dan tidak mendapati jalan untuk masuk kepada mereka. Ketika itu mereka hanya dinamakan sebagai muslimin dan mukminin. Kemudian tatkala nampak bid’ah ilmu kalam dan khuruj (memberontak), maka mereka dinamakan ahlussunnah wal jamaah, kerana mereka mengikuti sunnah dan komited terhadap jamaah kaum muslimin. Tatkala muncul ahlu ra`yi dari kalangan orang-orang yang lmendahulukan ra`yu (pendapat) di atas hadith, maka mereka dinamakan ahli hadith. Setelah itu, tatkala muncul orang-orang yang tidak memperdulikan atsar-atsar para ulama salaf, mereka tidak mahu mendengar atsar dari sahabat dan tabiin, maka mereka dinamakan sebagai ahli atsar. Tatkala muncul beberapa kaum yang mengatakan: Kami di atas Al-Kitab dan As-Sunnah, maka mereka dinamakan salafiyun kerana mereka mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf as-shaleh dan mereka tidak hanya terbatas pada Al-Kitab dan As-Sunnah saja dengan akal-akal dan pemahaman-pemahaman mereka, bahkan mereka menamakan diri mereka dengan salafiyun kerana mereka mengambil Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf as-shaleh.


Tidak Ada Sirriyah Dalam Dakwah


Ahlussunnah tidak menempuh method sirriyah (kerahsian) kerana sirriyah termasuk dari tanda ahli bid’ah dan di antara tanda yang menunjukkan bahwa di dalam hati mereka ada penyimpangan. Umar bin Abdil Aziz -rahimahullah- berkata, “ Kalau kamu melihat suatu kaum berbisik-bisik tanpa memperdengarkannya kepada orang-orang maka ketahuilah bahwa mereka sedang membangun kesesatan.” Kalau kamu melihat mereka dalam sirriyah, dalam perkumpulan sirriyah, di antara sesama mereka, mereka tidak mengkhabarkan ucapan-ucapan mereka dan akidah-akidah mereka kepada orang-orang, tidak menampakkannya di hadapan manusia, tidak mengumumkannya di hadapan manusia, bahkan urusan mereka di antara mereka, di antara mereka ada beberapa majlis sirriyah, maka yang seperti ini tidak termasuk dari ahlussunnah wal jamaah dan ketahuilah bahwa mereka tengah membangun kesesatan.


Bersatu di Bawah Pemerintah


Ahlussunnah berada di bawah bendera pemerintah kaum muslimin dan tidak menentang. Mereka meyakini wajibnya mendengar dan taat kepadanya. Maka kalau kamu berada di dalam negeri Islam maka hendaklah kamu mendengar dan taat kepada pemerintah muslim, selama pemerintahan adalah kaum muslimin, maka wajib untuk mendengar dan taat kepada mereka dalam kebaikan. Adapun ahli bid’ah, maka mereka membuat pemerintahan sendiri di dalam wilayah pemerintahan yang syar’i, mereka melantik amir (pemerintah) dakwah, amir organisasi, amir yang tersembunyi. Ini termasuk dari bentuk pemberontakan kepada pemerintah. Amir-amir dakwah yang dilantik oleh mereka para hizbiyun termasuk dari bentuk pemberontakan kepada pemerintah. Bahkan Ahlussunnah wal jamaah mengajar dan mendidik agar mereka mendengar dan taat kepada pemerintah mereka dan mereka tidak membolehkan derhaka kepada mereka dalam hal kebaikan. Kalau dia memerintahkan ketaatan dan kebaikan maka dia harus didengarkan dan ditaati dan tidak boleh dimaksiati dalam hal kebaikan.


Tidak boleh memasang imarah (kepemimpinan), tidak boleh ada hizbiyah, semua ini termasuk dari tanda-tanda ahli bid’ah dan kesesatan. Di antara jawaban yang paling tepat yang pernah saya dengar berkenaan dengan imarah (kepemimpinan) dalam dakwah ini,kerana imarah yang seperti ini tetap dipasang oleh mereka walaupun di dalam negeri Islam. Mereka melantik amir-amir pada masjid-masjid mereka, setiap masjid mempunyai amir sendiri, setiap daerah punya amir sendiri padahal wilayahnya wilayah tersebut mempunyai pemerintah. Maka saya pernah bertanya kepada guru kami, Syaikh Hammad Al-Anshari -rahimahullahu Taa’la- ketika kami keluar dari Masjid Nabawi. Saya berkata kepadanya, “Wahai Syaikh, apa pendapatmu tentang orang yang melantik amir (pemimpin) yang mereka sangka sebagai amir dakwah bersamaan dengan adanya pemimpin (pemerintah) muslim?”maka beliau menjawab dengan sebuah jawaban yang agung, “Pemimpin yang paling akhir dari keduanya (amir dakwah) harus dibunuh.” Maksud beliau ini adalah termasuk dari bentuk pemberontakan, bukan maksud beliau orang itu dibunuh betul, tapi yang beliau maksud adalah bahawa hal seperti ini boleh jadi termasuk ke dalam hadith ini, dan termasuk ke dalam bentuk-bentuk pemberontakan kepada pemerintah, kerana dia menandingi kuasa pemerintah dalam perintah dan kekuasaannya. Maka ahlussunnah mentahdzir dan menjauhi dari sirriyah, mereka bersikap jelas dan terang-terangan serta bersatu di bawah jamaah kaum muslimin. Semua ini termasuk dari tanda kejelasan dalam manhaj.









Tidak Talawwun Dalam Manhaj


Di antara manhaj ahlussunnah wal jamaah adalah bahwa mereka berada di atas satu jalan,tegar di atas satu jalan, dan ini termasuk dari kejelasan dalam manhaj. Mereka tidak talawwun (berubah-ubah) kerana talawwun sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama salaf as-shaleh- termasuk di antara tanda-tanda ahli bid’ah. Talawwun dalam agama, berpindah-pindah dalam agama, dari satu mazhab ke mazhab lainnya, berpindah-pindah di antara hawa nafsu , ini adalah termasuk dari tanda-tanda ahli bid’ah. Kamu melihat dia berada di sini pada satu hari lalu pindah ke sana selama beberapa hari, kemudian ke tempat lain selama beberapa hari, dan seterusnya terumbang-ambing dalam hawa nafsu, kerana dia

mencari kebenaran tidak dengan cara yang seharusnya dan tidak mencari kebenaran dengan jalan-jalan yang dibenarkan syariat, dan hatinya tidak disertai dengan keikhlasan, kejujuran dan kecintaan dalam menuju dan mencari kebenaran. Kalau tidak maka tentunya Allah tidak akan menyia-nyiakan amalannya kalau memang dia memang betul-betul menginginkan kebenaran, memang betul menginginkan hidayah.


Adapun mereka para ahli ahwa dan ahli bid’ah, maka para ulama salaf telah mencela

mereka kerana di antara tanda-tanda mereka adalah mereka talawwun dalam agama. Maka dari sini nampak bahwa ahlussunnah jelas dalam manhaj dan akidah mereka, mereka tidak bertalawwun dan tidak berpindah-pindah di antara hawa nafsu.Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda - sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar dalam Shahih Muslim-, “Perumpamaan orang munafik dalam umatku seperti seekor kambing yang tersesat (hilang) yang berada di antara dua ekor kambing. Pada satu ketika dia berjalan bersama kambing yang satu dan pada kali lainnya dia berjalan bersama kambing yang kedua. Dia tidak tahu, kambing mana yang harus dia ikuti.” Ahli bid’ah, kebanyakan mereka adalah orang-orang munafik, perumpamaan mereka seperti kambing yang tersesat, terkadang dia berjalan ke sini, terkadang dia berjalan ke sana, demikianlah dia berpindah-pindah, tidak tahu mana yang harus dia ikuti. Demikianlah keadaan ahli bid’ah dan orang-orang munafik.


Huzaifah -radhiallahu anhu- berkata, “Sesungguhnya kesesatan yang sebenar-benarnya kesesatan adalah engkau cuba mengetahui apa yang dulunya kamu ingkari dan kamu sudah mulai mengingkari apa yang dulunya kamu ketahui.”


Kesesatan yang sebenar-benarnya kesesatan adalah kamu dulunya termasuk dari ahlussunnah lalu kamu menyimpang darinya dan kamu berada di antara hawa nafsu. Dulunya kamu memandang bahwa sunnah dan manhaj salafy adalah kebenaran, kemudian kamu menyimpang bersama ahli bid’ah, setelah itu kamu melihat kebenaran - yang merupakan manhaj seorang sunni- sebagai suatu kesesatan, dan kamu melihat kesesatan -yang berupa perbuatan bid’ah- sebagai sunnah. Huzaifah berkata, “Sesungguhnya kesesatan yang sebenar-benarnya kesesatan adalah engkau mencuba mengetahui apa yang dulunya kamu ingkari -dari hawa nafsu dan bid’ah- dan kamu sudah mulai mengingkari apa yang dulunya kamu ketahui -dari sunnah Nabi -shallallahu alaihi wasallam- dan manhaj salaf-.


Umar bin Abdil Aziz -rahimahullahu Ta’ala- berkata, “Janganlah kamu jadikan agamamu sebagai bahan perdebatan, kerana barangsiapa yang menjadikan agamanya sebagai bahan perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah (mazhab).” Adapun orang yang suka berdebat di sana sini, maka orang ini akan berpindah-pindah di antara hawa nafsu. Maka agama yang kamu berada di atasnya di atas keyakinan dan agamamu yang kamu yakini di atas keyakinan, janganlah kamu berpindah-pindah di antara hawa nafsu. Jika kamu menjadikan agamamu sebagai bahan bagi orang-orang suka berdebat dari kalangan ahli ahwa dan kamu membiarkan mereka menguasai dirimu, maka orang yang seperti ini akan sering berpindah-pindah.Abu Juwairiah -salah seorang Murjiah- pernah datang kepada Imam Malik -rahimahullahu Ta’ala- lalu berkata, “Wahai Malik, saya mahu berdebat denganmu.” Maka Imam Malik berkata kepadanya, “Kalau saya berhasil mengalahkan kamu, kamu yang harus ikut kepadaku?” dia menjawab, “Ia.” Beliau berkata lagi, “Kalau kamu mengalahkan saya, saya yang harus ikut kepadamu?” dia menjawab, “Ia.” Beliau berkata, “Kalau begitu pergilah kamu kepada orang yang ragu -selain saya- lalu debatlah dia dalam agamanya, kerana sesungguhnya saya tidak ragu terhadap agamaku.Maka beliau menjelaskan bahwa keraguan (dalam beragama) termasuk di antara tanda-tanda ahli bid’ah. Adapun ahlussunnah, maka mereka bukanlah orang-orang yang ragu dalam akidah dan manhaj mereka. Ibrahim An-Nakhai -rahimahullahu Ta’ala- berkata, “Mereka (para tabiin, pent.) memandang sikap talawwun dalam agama adalah termasuk dari ragunya hati kepada Allah.” Maka wajib atas seorang sunni untuk tidak talawwun dalam agamanya karena talawwun termasuk dari tanda-tanda ahli bid’ah dan kesesatan.



Taktik Ahli Bid’ah


Kesamaran adalah termasuk dari manhaj ahli bid’ah.Adapun ahlussunnah as-salafiyun, maka (manhaj) mereka sangat jelas dan terang. Para ulama juga telah menyebutkan beberapa perkara menjelaskan method ahli bid’ah dalam keyakinan mereka dan muamalah , bahwa mereka tidak jelas dalam manhaj, tidak jelas dalam akidah mereka. Al-Imam Mufadhdhal bin Al-Muhalhil -rahimahullahu Ta’ala- berkata-, “Seandainya ahli bid’ah mendatangi kamu dan ketika dia pertama kali masuk ke dalam majlismu, mereka langsung menyebutkan suatu bid’ah nescaya kamu akan memboikot mereka dan kamu akan meninggalkan mereka. Akan tetapi mereka ketika pertama kali datang kepadamu, mereka membawa sunnah dan membaca hadith tentang sunnah, kemudian apabila mereka berkuasa barulah mereka melemparkan bid’ah-bid’ah mereka sesuai dengan apa yang mereka kehendaki, maka bilakah bid’ah itu keluar dari hatimu?” Ini adalah taktik mereka,padahal sebenarnya dia adalah ahli ahwa yang bertujuan untuk merosak sunnah-, dia datang dan bergaul dengan ahlussunnah. Dia membacakan kepada mereka hadith-hadith tentang sunnah dan menyampaikan ilmu kepada mereka. Sampai tatkala mereka mempunyai kedudukan di mata ahlussunnah setelah itulah dia melemparkan syubhat-syubhatnya dan hawa nafsunya. Dia mulai memecah belah dan menghancurkan barisan ahlussunnah. Ini adalah taktik ahli bid’ah, mereka selalu berusaha agar kita membiarkan mereka masuk.


Mereka sebagaimana yang diperumpamakan oleh Imam Al-Barbahari -rahimahullah- dengan ucapannya, Ahli bid’ah itu seperti kala jengking, mereka menyembunyikan kepala-kepala mereka tapi mengeluarkan ekor-ekor mereka yang dengannya mereka menyengat,” agar dia tidak terlihat sampai akhirnya mereka akan menyengat manusia. Demikian pula ahli bid’ah, keadaan mereka seperti keadaan kala jengking ini yang sengaja bersembunyi, sampai ketika dia sudah punya pengaruh maka dia akan menyengat, menyebarkan bid’ahnya, menyebarkan kesesatannya di tengah-tengah ahlussunnah wal jamaah. Di sini juga ada ucapan dari Al-Imam Abu Zur’ah –rahimahullah Ta’ala, “Mereka para ahli kalam -bahkan seluruh ahli ahwa- jangan biarkan mereka masuk ke tengah-tengah kalian -yakni jangan biarkan mereka menguasai kalian tapi hendaknya kalian senantiasa waspada dari mereka, senantiasa mentahdzir mereka- kerana akhir mereka akan kembali kepada sesuatu yang mereka sembunyikan.”


Akhir mereka menampakkan bahwa mereka ahli ahwa dan bid’ah. Kadang kala mereka bersembunyi selama setahun atau dua tahun. Beliau (Abu Zur’ah) berkata, “Perkara mereka hanya akan tertutupi selama setahun atau dua tahun kemudian akan tersingkap maka janganlah salah seorang di antara mereka (ahlussunnah) membela mereka, kerana kalau suatu ketika kejahatannya tersingkap, maka akan dikatakan kepada yang membela ini, “Kamu termasuk temannya.” Dan kalau suatu ketika dia berbalik maka yang membelanya pun akan berbalik kerananya. Maka tidak sepantasnya bagi orang yang berakal untuk memuji mereka.” Maksud beliau adalah: Bahwa mereka yang masuk ke dalam barisan ahlussunnah dari kalangan ahli ahwa lalu menyembunyikan jati dirinya, orang yang kamu masih mempunyai keraguan tentang dirinya dan yang kamu masih ragukan akidahnya. Yang seperti ini jangan kamu sesekali memujinya, jangan kamu menolongnya dan jangan mengangkatnya. Akan tetapi berikan dia jangka waktu dan tunggulah hasilnya. Khusus kalau orang itu termasuk dari orang-orang yang kembali dari hawa nafsu dan bertaubat kepada sunnah, yang seperti ini dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sampai dilihat perkara dan keadaannya, kerana setelah jangka waktu itu kadang kala jati diri sebenarnya akan tersingkap.


Kalau sudah tersingkap dan nampak dia termasuk dari musuh-musuh sunnah bahawa dia bersama ahlussunnah hanya untuk membuat makar kepada ahlussunnah, maka kamu wahai yang dahulu telah memujinya maka kamu akan dicela kerananya, kamu akan dicela kerana pujian itu kepadanya, karena kamu tidak memberinya jangka waktu dan terlalu tergesagesa memujinya dan kamu tidak menunggu sampai nampak dan jelas perkaranya. Semisal dengannya, kisah Shabigh yang terlah berlalu kita sebutkan, sang khalifah memberinya jangka waktu setahun padahal dia telah menampakkan taubatnya, akan tetapi beliau mengundurnya selama setahun. Demikian pula warid atsar dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata, Tunggulah seorang mubtadi’ yang bertaubat selama setahun atau dua tahun, sampai terlihat perkaranya.” Tentu saja yang dimaksud di sini bukan pembatasan waktu setahun atau dua tahun, tapi yang dimaksud di sini adalah sampai perkaranya jelas dan nampak telah baik perjalanan hidupnya telah baik ke’sunni’annya dan dia telah kembali kepada ahlussunnah wal jamaah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiah -rahimahullah- berkata tentang para ahli kalam, “Para ahli kalam terkadang menguatkan satu pendapat pada satu waktu, kemudian mereka berpindah menguatkan pendapat lain pada waktu yang lain,yakni: Sesekali mereka menguatkan yang ini dan kali lain mereka menguatkan pendapat yang lain, mereka berpindah-pindah di antara hawa nafsu beliau berkata, “Maka mereka tidak teguh di atas satu agama, mereka dikuasai oleh keraguan.” Ini adalah salah satu dari tanda-tanda ahli bid’ah, mereka hidup dalam kehairanan, dikuasai oleh keraguan. Kemudian beliau -rahimahullahberkata, “Ini adalah kebiasaan Allah pada orang yang berpaling dari Al-Kitab dan As- Sunnah,orang yang berpaling dari kitab dan sunnah, maka kebiasaan Allah padanya adalah menjadikannya dalam kebingungan dan menjadikan keraguan dalam agamanya sehingga dia berpindah-pindah di antara hawa dan di antara ahli ahwa, berpindah-pindah dalam bid’ah, dari satu bid’ah kepada yang semisalnya, dari satu musibah kepada

musibah yang lebih besar. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, Tatkala mereka menyimpang maka Allah membuat hati-hati mereka menyimpang.” Maka ini termasuk dari hukuman kepada ahli bid’ah, hukuman dari berbuat bid’ah, iaitu kalau kamu terjun ke dalam perbuatan bid’ah maka Allah akan membuat kamu bertambah menyimpang daripada penyimpanganmu sebelumnya, kerana kamu tidak menghendaki kebenaran sehingga kamu berpindah-pindah di antara hawa nafsu dan di antara bid’ah, dari yang besar kepada yang lebih besar dan dari suatu musibah kepada yang lebih besar sampai kamu celaka dengan kecelakaan yang nyata. Bahkan mereka para ahli ahwa, di antara tanda dan jalan mereka dalam menyesatkan manusia, mereka terlebih dahulu masuk bergabung dengan ahlussunnah sebagaimana yang kita katakan, memberikan syubahat kepada ahlussunnah, mereka menampakkan diri bahwa mereka termasuk ahlussunnah kemudian mereka masuk dan melemparkan syubhat-syubhat dan hawa-hawa nafsu mereka. Ini sebagaimana yang dilakukan oleh Bolis si Yahudi tatkala dia menyusup masuk ke dalam agama Nashrani lalu dia mengubahnya dari agama Isa lalu akhirnya mereka menyembah Isa -alaihissalam- dan mereka memunculkan akidah trinity dan selainnya disebabkan kerana menyusupnya orang Yahudi yang berpura-pura menjadi Nashrani, dia berpura-pura sebagai pengikut Al-Masih sehingga dia masuk ke dalam agama Al- Masih lalu dia pun merosak dan mengubahnya. Juga sebagaimana masuknya Ibnu Saba` sang Yahudi, Rafidhi kepada kaum muslimin, lalu dia menampakkan diri sebagai kaum muslimin lalu dia memberikan syubahat kepada sebahagian manusia sampai mereka menetapkan hak uluhiyah kepada Ali -radhiallahu anhu-. Mereka datang kepada Ali lalu berkata kepadanya, “Kamu, kamu …,” beliau menjawab, “Siapa saya?” maka mereka menjawab, “Kamu adalah Allah, kamu adalah Allah.” Maka Ali -radhiallahu anhu memerintahkan untuk menggali sebuah lubang besar lalu dinyalakan api di dalamnya, kemudian beliau melemparkan mereka semua ke dalam api itu sehingga beliau memancung dan membakar mereka. Para sahabat -ridhwanullahi alaihin- bersepakat akan wajibnya membunuh mereka, para Saba`iyah (pengikut Ibnu Saba`) yang menetapkan uluhiyah untuk Ali, hanya saja terjadi perselisihan pendapat di antara mereka mengenai cara membunuh mereka. Sebahagian sahabat mengingkari ijtihad Ali yang membakar mereka, sementara Ali berpendapat wajib atas dirinya membakar mereka sehingga beliau pun membakar mereka dengan api. Akan tetapi yang menjadi pokok pembahasan di sini adalah bahwa mereka menyusup ke dalam barisan kaum muslimin, mereka masuk ke dalam barisan ahlussunnah, mereka masuk ke dalam barisan salafiyun sampai mereka menyesatkan mereka dan memalingkan mereka dari manhaj dan akidah mereka. Karenanya Imam As-Sijzi -rahimahullah- berkata –beliau adalah salah seorang imam salaf yang mempunyai beberapa kitab dalam membantah Asy’ariyah dan selainnya-, “Atau mungkin orang itu termasuk dari kaum itu -yakni mungkin saja lelaki itu berasal dari kelompok ahli bid’ah- lalu dia bersandiwara dalam menyelisihi mereka (ahli bid’ah) -dia datang dan masuk bergabung dengan ahlussunnah lalu dia menampakkan bahwa dia membantah hizbiyun dan bahwa dia membantah ahli bid’ah, akan tetapi sebenarnya dia termasuk dari golongan mereka. Untuk mengaburkan ucapan mereka pada apa yang mereka ucapkan lalu dia membawakan ucapan mereka dan menganggap baik ucapan mereka lalu setelah itu dia memperingan perselisihan antara ahlussunnah dengan ahli bid’ah, dari kalangan orrang-orang yang melakukan tamyi’ kepada ahli bid’ah dalam masalah akidah dan manhaj ahlussunnah dalam bermuamalah dengan ahli bid’ah, sehingga dia pun akhirnya diikuti karena disangka dia menyelisihi mereka dan sangat banyak sekali makar mereka yang seperti ini yang berhasil mengenai ahlussunnah. Imam As-Sijzi -bersamaan dengan beliau adalah termasuk dari ulama abad III H- beliau berkata, Dan sangat banyak sekali makar mereka yang seperti ini yang berhasil mengenai ahlussunnah.” Sering ahli bid’ah menyusup ke dalam ahlussunnah dengan rupa sunnah kemudian mereka memberikan mudharat yang sangat besar kepada sunnah. Beliau juga berkata, “Barangsiapa yang menghendaki keselamatan dari mereka dan keselamatan dari hawa nafsu maka hendaknya yang menjadi kayu ukurnya adalah Al-Kitab dan atsar pada setiap yang dia dengar dan dia lihat. Kalau dia berilmu tentang keduanya maka hal itu (apa yang dia peroleh) dia perhadapkan kepada keduanya dan kalau tidak (berilmu tentang keduanya) maka hendaknya dia mengikuti salaf as-saleh,”

yakni:


Pertama-tama dia menjadikan kayu ukur dan tempat merujuk dalam perselisihan adalah Al-Kitab dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf as-saleh. “Dan jangan dia menerima dari siapa pun suatu ucapan kecuali dia meminta dalilnya dari ayat yang muhkam atau sunnah yang tsabit atau ucapan sahabat dari jalan yang shahih.” Ini termasuk dari tanda-tanda ahlussunnah, iaitu mereka bertul-betul mencari dalil, senantiasa bertanya, “Apa dalil dari hal ini, apa dalil dari hal ini.” Kalau datang kepadanya suatu ucapan maka dia akan berkata, “Apa dalil dari hal ini, apa dalil dari hal ini.” Maka ini termasuk dari tanda-tanda ahlussunnah wal jamaah bahwa mereka senantiasa berusaha untuk mencari dalil. Kemudian beliau berkata, Hendaknya dia waspada kepada kitab-kitab karangan orang-orang yang berubah keadaannya kerana di dalamnya ada kala jengking dan yang terkadang tidak mampu untuk diubati.” Ini termasuk dari perumpamaan terbesar, mereka yang telah berubah keadaannya, maka kitab-kitab dan karangan-karangan mereka, ahli ahwa dan ahli bid’ah, kitab-kitab dan karangankarangan mereka seperti kalajengking dan di dalamnya ada kalajengking. Maka terkadang dia menyengatmu dan beliau berkata, “Terkadang tidak bisa diobati,” yakni: Terkadang kamu tidak akan mendapatkan penyembuhan dari sengatan itu atau syubhat yang telah bertapak di dalam hatimu. Ini adalah keadaan ahli bid’ah dan ahwa pada kenyataan kita sekarang, dimana kita hidup dan pada zaman kita ini.


[Contoh Nyata Dari Perancangan Mereka]


Kamu melihat banyak di antara mereka yang masuk dan ingin menonjol dalam sunnah, dia masuk dan berbicara tentang sunnah, kemudian cukup setahun atau dua tahun kecuali kamu melihat mereka telah berpaling dari sunnah, mentahdzir ahlussunnah, mentahdzir para ulama setelah sebelumnya mereka memuji para ulama kita dan kamu melihat dia hadir dalam majlis mereka. Dia memuji Syaikh Ibn Baz, memuji Syaikh Al- Albani, memuji Syaikh Rabi’ Al-Madkhali, memuji Syaikh Muqbil. Kemudian setelah semua itu, setelah berlalu setahun atau dua tahun di masuk ke dalam Sunnah, dia telah mempunyai pengaruh dan telah tersebar darinya satu atau dua kaset, kemudian setelah itu dia memperlihatkan jati diri yang sebenarnya sebagai musuh yang sangat menentang ahlussunnah, dia memerangi mereka dengan peperangan yang dahsyat, seperti yang terjadi pada: Abul Hasan Al-Ma`ribi, atau selainnya, sebagaimana yang terjadi pada Falih ibn Nafi` Al-Harbi atau Fauzi Al-Atsari atau selainnya dari mereka yang menyimpang dan berbalik dari ahlussunnah dan akhirnya mereka menjadi musuh besar bagi ahlussunnah wal jamaah. Maka hendaklah waspada dan hati-hati dari orang-orang semacam ini kerana mereka adalah sangat berbahaya dan besar mudharatnya bagi ahlussunnah wal jamaah. Maka semua dalil yang telah kami sebutkan ini adalah dalil-dalil yang jelas bahwa ahlussunnah mempunyai kejelasan dalam manhaj, mereka hidup di atas kejelasan dalam manhaj. Manhaj mereka, malamnya seperti siangnya. Mereka hidup dan beragama dengan lembaran yang sangat putih, hati mereka cahaya dan mereka hidup di dalam cahaya dan mereka beragama dengan cahaya, cahaya Al-Kitab dan cahaya sunnah Nabi - shallallahu alaihi wasallam-. Maka sepantasnya bagi kita untuk berada di atas manhaj ini, sepantasnya bagi kita untuk hidup di atas method ini. Hendaknya manhaj kita jelas, keberagamaan kita jelas, kesalafiyahan kita juga jelas. Dengan ini akan nampak pentingnya kejelasan dalam manhaj salafi dan pentingnya seorang salafy mempunyai kejelasan dalam akidahnya, keberagamaannya dan manhajnya.

[Penutup]

Kita meminta kepada Allah Yang Maha Agung agar menjadikan kita termasuk orang orang yang mempunyai sifat jelas di atas manhaj ahlussunnah wal jamaah dan termasuk orang-orang yang kukuh di atasnya sampai kita berjumpa dengan-Nya. Ya Allah, perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berikanlah kami rezeki untuk mengikutinya dan perlihatkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai kebatilan dan berikanlah kami rezeki untuk menjauhinya. Sahalat dan salam Allah kepada Nabi kita Muhammad dan jazakumullahu khairan atas perhatian kalian.

transkrip daripada ceramah Syeikh Khalid az Zhfairy dari Kuwayt dan dterjemahkan oleh ikhwan dari Indonesia dan ana, Abu Muhammad meringkaskan dan menterjemahkan ke dalam bahasa Malaysia